Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ganggu Iklim Investasi, Dugaan Abuse of Power Bahlil Harus Dibuka ke Publik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Minggu, 17 Maret 2024, 19:52 WIB
Ganggu Iklim Investasi, Dugaan Abuse of Power Bahlil Harus Dibuka ke Publik
Anggota Komisi VI DPR, Amin AK/Net
rmol news logo Investor swasta dalam negeri dan asing butuh kenyamanan, termasuk kepastian usahanya berjalan baik di Indonesia. Sebab itu, kepastian hukum menjadi kunci keberhasilan menarik investasi.

Anggota Komisi VI DPR, Amin AK, menjawab pertanyaan wartawan, di Jakarta, Minggu (17/3), menyatakan, dugaan penyalahgunaan kewenangan izin usaha, termasuk izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) harus dibuka terang benderang, demi kenyamanan berinvestasi.

Belakangan berkembang dugaan abuse of power oleh Ketua Satgas Penataan Pertanahan dan Penanaman Modal yang juga Menteri Investasi dan Kepala BPKM, Bahlil Lahadalia.

Bahlil diduga menyalahgunakan kewenangan terkait pencabutan dan pengembalian izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) lahan pertambangan dan perkebunan.

Aroma abuse of power kian kuat, karena Bahlil memiliki perusahaan tambang dan industri ekstraktif lain di bawah bendera PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan PT Dwijati Sukses. Kabarnya perusahaan-perusahaan itu kerap mendapat tawaran proyek pemerintah.

Seperti diberitakan, Indonesia Police Watch (IPW) juga mendesak DPR agar membentuk Pansus terkait kasus itu. DPR diminta menggunakan kewenangannya menyelidiki, serta mengumpulkan data dan fakta.

“Harus dibuka seterang-terangnya, agar publik. Ini penting untuk menjamin kenyamanan investasi di Indonesia. Jika persoalan ini tidak dibuka, investor dalam dan luar negeri was-was dengan keberlanjutan usahanya di Indonesia,” tambah Amin.

Dia mengaku tak bisa membayangkan, di saat investor sudah berinvestasi dan mengeluarkan banyak modal, tiba-tiba IUP dan HGU mereka dipersoalkan, lalu izinnya dicabut. “Tentu mereka was-was,” katanya.

Amin juga mengatakan, penunjukkan Bahlil sebagai Ketua Satgas Pertanahan dan Investasi, sejak awal tumpang tindih secara kelembagaan. Harusnya tugas itu domain Kementerian ESDM, karena UU dan Keppres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM, bukan Kementerian Investasi.

Selain itu kewenangannya juga sangat besar, termasuk memetakan pemanfaatan lahan untuk pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan hasil pencabutan IUP, HGU, dan izin pemanfaatan kawasan hutan.

Terlebih Bahlil punya kewenangan mencabut izin-izin, dan di sisi lain dia berwenang memfasilitasi badan usaha milik negara, perusahaan daerah, kelompok masyarakat, usaha kecil menengah, dan koperasi, dalam memperoleh tanah.

Kewenangan Bahlil makin kuat, saat Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres Nomor 70/2023 yang memungkinkan gugus tugas mengidentifikasi lahan yang memenuhi syarat pencabutan izin dan menentukan nasibnya, termasuk alokasi pengelolaan.

Kewenangan luas yang dimiliki gugus tugas itu, tambah Amin, memungkinkan dieksploitasi untuk keperluan pengadaan tanah oleh pihak-pihak yang dekat dengan penguasa, termasuk pembagian tanah untuk keperluan Pemilu.

Patut diduga Satgas itu juga menghimpun dan mencabut banyak sekali izin pertambangan, kemudian disebarkan ke konstituen, seperti organisasi masyarakat, kelompok usaha, koperasi, dan kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah.

“Situasi ini jelas sangat mengganggu iklim investasi di Tanah Air,” tutup Amin.rmol news logo article
EDITOR: ACHMAD RIZAL

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA