Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekomarin Beberkan 6 Catatan Kritis soal Giant Sea Wall

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Kamis, 11 Januari 2024, 06:45 WIB
Ekomarin Beberkan 6 Catatan Kritis soal Giant Sea Wall
Skema Proyek Giant Sea Wall di Teluk Jakarta/Net
rmol news logo Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengaku akan mempercepat pembangunan tanggul laut (giant sea wall) sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) terutama di Pantai Utara jawa (Pantura).

Hal itu disampaikan Prabowo dalam seminar nasional bertajuk 'Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall)' di Jakarta, Rabu (10/1).

Terkait itu, Koordinator Nasional Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Marthin Hadiwinata memberikan pandangan terhadap posisi kritis arah kebijakan tersebut.

“Dalam seminar tersebut terlihat Giant Sea Wall seolah-olah menjadi satu-satunya jawaban solusi yang mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah. Padahal masalah isu baik sosial-ekonomi dan teknis lingkungan, proyek tersebut tidak menyelesaikan masalah kritis tetapi hanya menjadi solusi palsu untuk mengeruk keuntungan ekonomi,” kata Marthin dalam keterangannya, Rabu malam (10/1).

Dia melihat enam catatan kritis terhadap PSN tersebut yang menurutnya akan menimbulkan banyak masalah baru ketika dijalankan.  

Pertama, penyebab land subsidence yang harus diselesaikan lebih dahulu. Menurut dia, penurunan muka tanah di wilayah Jakarta terjadi bervariasi tidak terjadi dengan rerata yang sama antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.

Dia mengungkapkan bahwa data yang ada masih menggunakan data tahun 2014 yang melihat laju rata-rata penurunan muka tanah mencapai 7,5 cm/tahun. Sehingga 40 persen elevasi daratan di Jakarta lebih rendah daripada muka air laut pasang.

“Namun, kita dapat berkaca dari pengalaman negara lain seperti Jepang di Tokyo dan Thailand di Bangkok, penurunan muka tanah dapat berangsur berkurang dengan penghentian sama sekali penggunaan air tanah.  Pengalaman Tokyo dimulai sejak 1950 selama dua dekade hingga 1970 menghentikan penggunaan air tanah berhasil menurunkan rerata land subsidence,” bebernya.

Kedua, flushing dan sendimentasi. Marthin melanjutkan bahwa perubahan pola sedimentasi akibat perubahan garis pantai, hidrologi dan potensi intensitas kegiatan di lokasi reklamasi. Di sisi lain meningkatnya Kecepatan arus akan meningkatkan tekanan terhadap ekosistem di Kepulauan Seribu akibat meningkatnya transport material termasuk bahan pencemar dan sedimen.

“Dampak lain yang diterima karena sifat dinamisnya laut adalah pertumbuhan karang di Kepulauan Seribu yang akan terganggu akibat tekanan bahan pencemar dan sedimen,” tegas dia.

Ketiga, pencemaran air di wilayah tertutup tanggul laut. Dia menjelaskan tanggul laut juga dapat dianggap sebagai upaya untuk menopang reklamasi baik dalam fase konstruksi dan operasional tentunya akan dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kualitas air.

“Mengutip Widjo Kongko, peneliti Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP BPPT), Marthin mengungkap akan terjadi penurunan kualitas air di dalam perairan wilayah tanggul laut.

“Penurunan kualitas air ditandai dengan perubahan signifikan parameter lingkungan, seperti kenaikan biological oxygen demand (BOD) lebih dari 100 persen, penurunan dissolved oxygen (DO) lebih dari 20 persen, dan penurunan salinitas air lebih dari 3 persen,” bebernya.

Keempat, privatisasi dan akses air perpipaan. Sebagaimana diketahui bersama, permasalahan akses air bersih disebabkan oleh adanya privatisasi pengelolaan air bersih di DKI Jakarta.

“Privatisasi air yang telah berjalan selama 25 tahun dengan perjanjian antara PDAM Jakarta Raya dengan PT. Palyja dan PT Aetra telah secara resmi berakhir pada Februari 2023,” ungkapnya lagi.

“Namun kemudian Gubernur Anies menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan PT MOYA Indonesia mengenai Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum melalui Optimalisasi Aset Eksisting dan Penyediaan Aset Baru dengan Skema Pembiayaan Bundling,” tambah dia.

Kelima, politik dagang pemerintah Kerajaan Belanda untuk mendukung perusahaan Belanda.

Marthin mengendus proyek tanggul laut yang bertajuk NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) di Teluk Jakarta menjadi salah satu PSN disponsori oleh Belanda.

“Perencanaan proyek tanggul laut ini awalnya bernama JCDS sebagai bantuan dari Kerajaan Belanda namun berganti menjadi sarana untuk memfasilitasi perdagangan jasa untuk korporasi multinasional asal Belanda. Yang kemudian akan mendapatkan keuntungan dari pembiayaan jasa pengerukan dan reklamasi,” bebernya lagi.

Catatan terakhir, keenam, permasalahan sosial-ekonomi wilayah perairan tangkap nelayan di Teluk Jakarta yang menurutnya akan terancam.

Pasalnya, wilayah Teluk Jakarta menjadi tempat yang penting bagi masyarakat di pesisir Utara Jakarta yang mata pencahariannya adalah nelayan.

“Perkampungan nelayan sudah berdiri lama dan kehidupan mereka bergantung pada laut di Teluk Jakarta. Pembangunan tanggul laut akan berdampak kepada nelayan kecil yang mengelola sumber daya laut di Teluk Jakarta,” tuturnya.

“Jumlah nelayan yang terdata sendiri dari versi pemerintah Jakarta terdapat 33.500 nelayan yang mendiami pesisir Jakarta. Kehidupan sosial ekonomi mereka akan berdampak,” pungkasnya. rmol news logo article 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA