Pandangan itu disampaikan akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dalam diskusi bertajuk "Ancaman Demokrasi: Dinasti Politik, Netralitas Penyelenggara Pemilu dan Politisasi Yudisial", di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
"Apa sih yang diperjuangkan dalam negara hukum? Jawabannya adalah supremasi hukum," kata Sulistyowati dalam keterangannya, Selasa (12/12).
Dia memaparkan, setiap tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara harus didasarkan pada hukum. Artinya, tidak sebaliknya, penyelenggara negara mau apa baru hukumnya dibuat.
"Itu dasarnya setiap orang berkedudukan sama di depan hukum, tujuannya untuk memberi perlindungan pada warga negara dari kesewenang-wenangan dari penguasa," terangnya.
Saat Reformasi 1998 terjadi, katanya, masyarakat tidak percaya polisi, tidak percaya hakim, dan tidak percaya jaksa. Atas kondisi itu, lahirlah Mahkamah Konstitusi, Ombudsman, Komisi Yudisial, sebagai bagian agenda reformasi.
Namun, lanjutnya, belakangan badan-badan yang dilahirkan pasca Reformasi 1998 untuk mewujudkan supremasi hukum, dipakai segelintir elite untuk melanggengkan kekuasaan.
"Sekarang kita menjadi heran, bagaimana yang kita perjuangkan 25 tahun yang lalu bisa dipakai begitu saja hanya untuk kepentingan politik pragmatis," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: