Mengenai netralitas Komisi III DPR terhadap Arsul Sani yang ikut dalam
fit and proper test, Pacul menegaskan bahwa aspek terpenting dalam proses ini adalah proper atau kepatutan.
“Nomor satu,
fit and
proper itu artinya,
fit itu pas,
proper perpatut. Patut apa enggak pasti punya ukuran. Hari ini yang susah adalah membuat kepatutan, itu patut apa enggak tadi? Nah
fit itu mampu gak
iki (ini), udah fit belum dengan jabatannya? kan begitu loh,” ujar Pacul kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/9).
Lagi pula, kata Pacul, mekanisme
fit and proper test digelar secara terbuka untuk umum. Publik bisa menyaksikan langsung proses
fit and proper test calon hakim MK.
Di sisi lain, para hakim MK ada kepentingan politiknya di samping kepentingan hukum. Berkenaan dengan itu, perkawinan antara hukum murni, dan kebijakan politik harus dipahami oleh para calon hakim MK.
“Oleh karena itu, ada saat bagi kami untuk hakim MK paham keputusan politik. Kita recall itu DPR punya kewenangan untuk hal itu,” tuturnya.
Saat disinggung lebih jauh mengenai adanya potensi konflik kepentingan atau conflict of interest, Pacul mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada orang yang tidak terlibat
conflict of interest. “Tidak ada di dunia ini yang tidak ada conflict of interest-nya.
Conflict of interest ada, tetapi patut apa tidak? Itu yang penting patut opo ora? Nek aku naksir wong ayu, naksirr, patut enggak kalau itu udah isteri orang? itulah kepatutan, understand?” demikian Pacul.
Komisi III DPR RI menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon hakim konstitusi pada hari ini, Senin (25/9).
Fit and proper test diikuti oleh delapan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Putu Gede Arya, Abdul Latif, Haridi Hasan, dan Arsul Sani.
BERITA TERKAIT: