Kebijakan penguatan postur militer matra darat tersebut, merupakan hasil usulan yang disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurrachman.
Aktivis Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998, Ray Rangkuti salah satu yang mengomentari rencana itu. Kata dia, jika melihat kembali ke masa Orde Baru sebelum tahun 1998, peran TNI terlihat sangat dominan dan hadir di hampir semua sektor.
Hal ini disampaikan Ray Rangkuti pada diskusi publik Imparsial dengan tema "Pembentukan Kodam untuk 38 Provinsi Tidak Urgen, Bertentangan dengan Amanat Reformasi TNI dan Memperkuat Politik Militer", di Jakarta.
"Tidak hanya berfungsi sebagai alat negara untuk aspek pertahanan dan keamanan, TNI turut menjalankan berbagai fungsi politik dan masuk ke ranah sipil, bahkan mengambil alih berbagai fungsi yang menjadi tanggung jawab kepolisian," ujar Ray Rangkuti dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3).
Setidaknya, diuraikan Ray Rangkuti, dominasi TNI kala itu, dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Pertama, aspek historis, di mana popularitas TNI kian meningkat sejalan dengan peran besar TNI dalam berbagai urusan keamanan dalam negeri.
Kedua, lanjutnya, aspek politis dengan adanya timbal balik antara kekuasaan Soeharto dan kekuatan postur TNI.
"TNI dijadikan alat untuk menopang kekuasaan Soeharto, sementara di sisi lain TNI diberikan porsi yang cukup dominan dalam bidang politik," terangnya.
Sedangkan faktor ketiga, kata Ray lagi, adanya cara pandang yang terbentuk di kalangan masyarakat, di mana masyarakat menginginkan ketiadaan konflik, dan TNI memainkan peran untuk meredam konflik tersebut.
BERITA TERKAIT: