"Sistem proposional tertutup artinya partai dan
platform-nya dipilih konstituen. Sehingga caleg tidak individualistik. Biaya kampanye menjadi sentralistik sehingga cenderung lebih murah, karena persaingan internal partai tidak terjadi di forum-forum terbuka publik," kata Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta, Brando Susanto, Sabtu (31/12).
Namun sistem tersebut memiliki kekurangan. Suka tidak suka, internal partai harus bisa dikurangi secara tajam dengan meritokrasi berbasis kinerja para dewan di masa mendatang. Proporsional tertutup memang memiliki alat ukur yang jelas. Namun penerapannya masih kurang tegas dan cenderung bernuansa
euweuh pakewuh ketimuran.
"Sementara, proporsional terbuka, membuat kontestasi internal maupun eksternal partai lebih dinamis, maka biaya akan tinggi," jelasnya.
Pada sistem ini, masyarakat disajikan ribuan pilihan yang mungkin saja banyak dan berlebihan di tengah gencarnya media sosial dan rendahnya edukasi informasi, termasuk pengawasan berita hoaks.
Proporsional terbuka, kata dia, memiliki kelebihan berupa tingginya keterlibatan masyarakat pemilih. Hal ini bisa dicek secara detail sampai ke rekam jejak pribadi para calegnya, tidak hanya parpolnya.
"Akhirnya, perlu bikin sadar politik bahwa demokrasi adalah alatm bukan tujuan. Tujuan sistem pemilu apa pun hendaknya membawa kebaikan bagi peradaban manusia," tutupnya.