Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra mengatakan, selain pernah ditolak, rencana pembentukan DKN sebagai pengganti Dewan Keamanan Nasional (Wantannas) terkesan tertutup.
Menurutnya, nyaris tidak ada ruang aspirasi publik dalam rencana pembentukan DKN yang nantinya akan diatur dalam Peraturan Presiden atau Perpres.
"Adanya proses yang tertutup dan tidak melibatkan secara penuh berbagai kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan pihak yang berkepentingan dalam proses perumusan Rancangan Perpres tentang DKN menunjukkan adanya upaya yang patut dipertanyakan," ujar Daniel dalam keterangannya, Kamis (15/9).
Lebih dari itu, kata dia, secara hukum, DKN tidak memiliki payung hukum yang jelas di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
"Sebaliknya, UU Pertahanan Negara menegaskan tentang adanya Dewan Pertahanan Nasional (DPN) yang seharusnya perwujudan dari penyesuaian kewenangan Wantannas yang saat ini," terangnya.
"Alih-alih menyesuaikan tugas dan fungsi WANTANNAS saat ini dengan UU Pertahanan Nasional, Rancangan Perpres ini justru hendak memotong kompas proses yang sebelumnya telah dibahas dan ditolak oleh DPR dalam pengesahan RUU Keamanan Nasional," imbuhnya.
Daniel berharap Presiden Jokowi bisa tegas bersikap untuk menolak mengesahkan Rancangan Perpres pembentukan DKN nantinya.
"Seharusnya presiden tidak mengesahkan Rancangan Perpres DKN tersebut untuk menghindari adanya kekacauan hukum," pungkasnya.