Demikian disampaikan pengamat hukum Universitas Syiah Kuala, Zainal Abidin, kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (9/3).
"UUPA terkendala dalam implementasi akibat pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak berkomitmen menjalankannya," kata Zainal Abidin
Zainal Abidin menambahkan, persoalan mendasar dari UUPA berada di tataran pelaksanaan. Dia menganggap wacana perubahan yang didengungkan oleh sejumlah pihak bukan jawaban dari persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan UUPA selama ini.
Andai seluruh level pemerintahan memegang amanah untuk melaksanakannya, UUPA dapat menjadi modal penting dan cukup memadai untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Hingga saat ini, lanjut Zainal, sejumlah peraturan pelaksana UUPA, seperti qanun dan peraturan pemerintah, banyak yang belum rampung. Karena itu yang perlu didorong untuk memastikan aturan ini berjalan sesuai dengan cita-cita pembuatannnya adalah pemerintah, dari level pusat hingga daerah.
Sebelumnya, Jurubicara Partai Aceh, Nurzahri mengatakan, revisi UUPA jangan menghilangkan martabat dan wewenang Aceh. Dia minta semua pihak berhati-hati dalam menyikapi wacana ini.
Mnurut Nurzahri, revisi UUPA didorong oleh orang-orang yang ingin memangkas kewenangan Aceh.
Partai-partai nasional hanya memahami UUPA sebagai dasar pengucuran dana otonomi khusus. Padahal urusan dana otonomi khusus ini tidak tercantum dalam Perjanjian Damai Helsinki yang mendamaikan Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
“Kalau hanya untuk perpanjang dana otonomi khusus, itu sebuah wacana yang salah,†tegas Nurzahri.