Pakar hukum dari Universitas Al-Azhar Profesor Suparji Ahmad mengatakan, jika kedudukan Polri di bawah kementrian maka akan menimbulkan implikasi terkait dengan birokrasi.
Sebab, lanjutnya, Kemendagri sebagai sebuah kementrian yang sangat strategis akan mendapatkan tanggung jawab baru dalam konteks memberikan semacam manajemen di Kepolisian.
“Maka menurut saya struktur di bawah Kemendagri itu perlu dipertimbangkan tentang efektifitasnya. Artinya belum sampai kepada sebuah pilihan di bawah Kementrian atau tidak,†kata Prof Suparji kepada wartawan di Jakarta, Minggu (2/1).
Menurut Suparji, kajian mendalam sangat dibutuhkan. Mengingat, saat ini belum terdapat rasionalisasi Polri di bawah Kemendagri. Sebab Polri yang memiliki fungsi penegak hukum bagaimana mekanismennya jika kemudian berada di bawah kementrian.
“Yang krusial adalah bagaimana dia sebagai penegak hukum yang diharapkan independen (tapi di bawah Kementrian),†kata Suparji.
Disisi lain, ia menambahkan, jika menambah kementrian baru maka hal ini tidak sesuai dengan semangat debirokratisasi yang seharusnya ada perampingan birokrasi dan perampingan kelembagaan. Ditambah, berdasarkan dengan Undang-undang menyebut bahwa jumlah kementrian hanya 34.
“Ini juga tidak sesuai dengan semangat debirokratisasi, adanya semacam perampingan birokrasi, perampingan kelembagaan,†pungkas Suparji.
Sebelumnya, Gubernur Lemhanas Agus Widjojo pernyataan akhir tahun 2021 mengusulkan agar Kementrian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional dibentuk. Nantinya, kata Agus Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berada di bawah kementrian tersebut.
"Untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban perlu ada penegakan hukum, itu Polri. Seyogianya diletakkan di bawah salah satu kementerian, dan Polri seperti TNI, sebuah lembaga operasional. Operasional harus dirumuskan di tingkat menteri oleh lembaga bersifat politis, dari situ perumusan kebijakan dibuat, pertahanan oleh TNI, dan keamanan ketertiban oleh Polri," ungkapnya.
BERITA TERKAIT: