Gugatan itu adalah perkara dengan nomor register 154/G/2021/PTUN-JKT yang dilayangkan kelompok KLB Deli Serdang terhadap Keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai (AD/ART) Demokrat tertanggal 18 Mei 2020.
Dikatakan pakar hukum Universitas Gadjah Mada Arifin Mukhtar, proses peradilan masalah AD/ART di PTUN jika terus berjalan justru bisa diartikan sebagai satu intervensi negara dalam tata aturan internal partai politik.
"Kenapa? Karena partai itu adalah kaitan dengab hak kemerdekaan berserikat berkumpul, jadi memang dia harus dibatasi," ujar Arifin Mukhtar di Gedung PTUN, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis (24/11)
Kalaupun ada orang yang keberatan terhadap eksistensi AD/ART, kata Arifin, maka baiknya hal tersebut diselesaikan melalui mekanisme di internal partai politik. Artinya, tidak meminta negara dalam hal ini PTUN untuk menyelesaikan itu.
"Makanya kemudian logikanya kalau ada selisih di internal partai, negara nggak boleh banyak campur, karena kalau negara bercampur terlalu cepat, terlalu mudah itu bisa menjadi berbahaya," terangnya.
Dijelaskan dia, khusus AD/ART partai politik sudah diatur secara khusus dalam UU 2/2011 tentang Partai Politik. Tepatnya, jika ada keberatan pada AD/ART maka diselesaikan di internal partai politik yang dalam hal ini Partai Demokrat melalui Mahkamah Tinggi.
"Internal logika itulah yang ada di UU Parpol, dorong penyelesaian internal," tandasnya.
BERITA TERKAIT: