Salah satunya disampaikan pengamat terorisme dari
Community of Ideological Islamic (CIIA), Harits Abu Ulya, yang memandang seharusnya DPR mengevaluasi kinerja polisi dan Densus 88, bukan malah membuat pernyataan yang mengundang polemik di kalangan masyarakat.
"Biar lebih fair, DPR yang khusus membidangi persoalan terkait kinerja polisi,
wabil khusus soal Densus 88, perlu melakukan evaluasi," kata Harits kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa(12/10).
Menurutnya, evaluasi secara komprehensif oleh DPR sangat diperlukan, hal ini tidak hanya untuk mengawasi kinerja aparat penegak hukum tapi juga menyangkut transparansi anggaran, akuntabilitas serta persoalan praktik pencegahan dan penindakan kasus terorisme oleh lembaga negara tersebut.
"Atas langkah diatas, bisa diharapkan keluar rekomendasi yang layak dan
visible untuk jadi bahan masukan terhadap presiden dan khususnya terhadap Polri," ucapnya.
Dia menyampaikan, jika Densus 88 dibubarkan atau diperbaiki hal itu tergantung dari kemauan pemerintah yang bakal menimbang masukan dan saran dari berbagai kalangan, termasuk evaluasi internal Polri dan Densus 88.
"Kita harus menjunjung tinggi objektifitas, transparansi. Tidak perlu alergi kritik atau masukan. Di NKRI pasca reformasi menganut prinsip keterbukaan, dan tidak ada lembaga yang
super power itu anti di kritik publik," katanya.
Harits menambahkan jika dalam isu terorisme ada elemen masyarakat sipil mengkritik terhadap unsur pelaksana UU terorisme, tentu harus menjadi catatan yang perlu perhatian.
"Perlu mengkaji secara objektif dan jujur untuk menemukan jawaban kenapa sampai muncul kritik," imbuhnya.
Secara prinsipal, kata Harits, semua orang tidak sepakat dan menolak segala bentuk terorisme di bumi NKRI. Tapi di sisi yang lain, harus menolak segala bentuk tindakan yang melampaui batas UU dan HAM dengan dalih memberantas terorisme.
"Semua butuh bijak bersikap, proporsional dan bisa dipertanggungjawabkan dunia akhirat," tutupnya.
BERITA TERKAIT: