Namun, menurutnya hal itu tidak mudah dilakukan karena adanya krisis pandemi Covid-19, dan kapasitas kepemimpinan saat ini yang tidak cekatan dalam penanganan pandemi, serta problem relasi politik yang rusak.
"Jadi, masyarakat akan menerima konsekuensi utang yang berat di masa yang akan datang. Lebih komplikasi lagi karena ada akrobat politik yang dibiarkan, dianggap indah dan dimainkan terus, banyak oknum yang mendorong tiga periode," tegas Didik
kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/6).
Dia menambahkan, energi politik Indonesia saat ini habis karena banyaknya unsur politis dalam setiap kebijakan pemerintah, sehingga permasalahan ekonomi nasional tidak mendapatkan solusi yang baik.
"Energi politik habis untuk akrobat politik seperti ini, bukan untuk solusi kegentingan pandemi dan ekonomi. Akrobat politik presiden tiga periode tersebut jika dibiarkan semakin besar kekuatannya, akan menimulkan resistensi dan bahkan benturan politik lebih berat," ujar Didik.
Rektor Universitas Paramadina itu menambahkan, ujian terhadap syahwat politik itu memang berat.
"Politik rusak, ekonomi rusak, sehingga seorang Soekarno pun tidak mampu menahan kerusakan entropis tersebut, apalagi cuma pemimpin dengan kelas jauh di bawahnya," ucap Didik.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.