Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, jika drone selam yang ditemukan nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan terbukti milik China atau negara lain, maka pemerintah harus melakukan protes keras.
Apalagi, drone bawah air tersebut sudah masuk sangat dalam ke wilayah perairan Indonesia sebanyak 3 kali sejak tahun 2019.
“Jadi harus melayangkan protes keras,“ ujar Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (4/1).
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) ini menduga bahwa keberadaan drone tersebut terkait ketegangan di Laut China Selatan yang melibatkan China, Amerika, Korea Selatan, Jepang, Australia dan beberapa negara ASEAN yang berimbas ke keamanan wilayah perairan Indonesia.
Sebab Indonesia selalu terlibat sengketa batas perairan di laut Natuna Utara dengan RRC akibat klaim 9 garis putus China.
“Wilayah perairan Indonesia yang berada di jalur Asia-Pasifik sangat mungkin saja dapat dijadikan 'proxi' oleh negara lain yang sedang berkonflik tentu kita tidak mau wilayah kita dijadikan ‘
battle ground’ pihak asing," jelas Satyo.
Dengan demikian, sambung Satyo, pemerintah harus segera meningkatkan pengawasan dan dibarengi dengan penempatan teknologi canggih.
"Kewaspadaan harus ditingkatkan dengan melalukan patroli pengawasan oleh Bakamla dan TNI AL. Sekaligus menempatkan radar-radar canggih alat pertahanan wilayah laut dan udara," pungkas Satyo.