Menanggapi hal tersebut, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan Kemendagri tidak bisa sembarangan dalam memberhentikan kepala daerah.
"Memberhentikan kepala daerah atau gubernur itu tidak bisa sembarangan baik oleh presiden maupun mendagri," ujarnya kepada
Kantor Berita RMOL Jakarta, Kamis (19/11).
Fickar menegaskan bahwa di era demokrasi, gubernur dipilih langsung oleh rakyat dan bukan diangkat presiden atau mendagri. Karena itu pemberhentian kepala daerah tidak bisa sembarangan.
Lebih lanjut, Fickar menjelaskan, dalam memberhentikan presiden, terlebih dahulu harus ada pelanggaran hukum berat yang dilanggar atau dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang-undang dasar 1945.
"Demikian juga dengan pemberhentian gubernur, mendagri tidak bisa sok kuasa. Sebab ada syarat dan tahap yang harus ditempuh," jelasnya.
"Pada zaman demokrasi ini tidak boleh sembarangan, karena bisa-bisa rakyat marah," pungkasnya.
Adapun aturan ini dikeluarkan seiring dengan pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Polda Metro Jaya untuk memberikan klarifikasinya terkait acara Maulid Nabi dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab yang menimbulkan kerumunan beberapa waktu lalu di Petamburan Jakarta Pusat.
BERITA TERKAIT: