Pengamat politik Karyono Wibowo menilai bahwa pernyataan Megawati itu menunjukkan ada kesadaran untuk mengevaluasi kinerja partai di Bumi Minangkabau itu.
"Munculnya kesadaran untuk mengevaluasi merupakan langkah maju. Namun, akan lebih baik, jika proses evaluasi dilakukan secara serius dan sistematis. Salah satunya memerlukan riset dan kajian secara holistik," ungkapnya saat dihubungi
Kantor Berita RMOLJakarta, Minggu (6/9).
Fenomena kekalahan partai berlambang Banteng itu mengafirmasi bahwa pendekatan kebijakan pembangunan fisik tidak cukup efektif "menjinakkan" masyarakat Sumbar.
"Mengapa ini terjadi? Mungkin faktor geanologi politik dan ideologi masih dominan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan," jelas Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) itu.
Jika disimak, geanologi politik masyarakat Sumbar saat ini belum lepas dari politik aliran di masa lalu. Partai Masyumi sangat kuat di wilayah ini.
Dalam konteks ideologis pengaruhnya masih kuat hingga sekarang, meskipun dalam konstalasi politik pasca Pemilu 1955 dan sejak Masyumi dibubarkan ada pergeseran.
Salah satu faktor lemahnya dukungan PDIP di Sumbar disebabkan karena kurang mencermati pergeseran politik yang terjadi. Misalnya, dalam konfigurasi politik lokal tidak ada tokoh lokal, PDIP tidak memiliki tokoh berpengaruh yang dapat menarik pemilih.
Padahal, dalam marketing politik dibutuhkan strategi endorsements tokoh yang berpengaruh sebagai pengepul suara atau vote getter. Hal ini penting di tengah budaya patronase politik yang masih kuat.
"Untuk meluluhkan hati masyarakat Sumbar memerlukan pendekatan persuasif dan beradaptasi dengan budaya lokal. Tidak cukup dengan cara-cara parsial, seporadis dan instan," tutup Karyono.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: