Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas), Andi Yusran, keterlibatan para pesohor mengampanyekan tagar #IndonesiaButuhKerja yang diduga menerima bayaran sebesar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per unggahan mengindikasikan ada kekuatan besar di balik RUU tersebut.
"Pemerintah telah melakukan malpraktik dalam perumusan kebijakan publik. Ini sekaligus mengindikasikan adanya kekuatan modal di balik perumusan kebijakan omnimbus law," kata Andi Yusran saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (16/8).
Menurut Andi, seharusnya yang dilakukan pemerintah dalam melahirkan kebijakan adalah melakukan asesmen terhadap keinginan dan kebutuhan publik, termasuk sektor industri dan ketenagakerjaan. Setelah itu, barulah dibuat draf yang kemudian diuji publik sebelum diputuskan sebagai kebijakan.
"Inilah prosesi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan legislatif dalam melahirkan kebijakan omnimbus law dan bukannya rekayasa opini melalui pesohor dan
buzzer," pungkasnya.
Fakta lain, belakangan para artis yang terlibat dalam kampanye tersebut mengaku baru mengetahui gerakan itu untuk memuluskan omnibus law.
Beberapa publik figur pun belakangan menyampaikan permintaan maaf diikuti dengan menghapus unggahan di sosial media mengenai #IndonesiaButuhKerja, mulai dari penyanyi Arditho Pramono, penyiar radio Gofar Hilman, termasuk Gritte Agatha yang sebelumnya mengemas 'iklan' omnibus law dengan sebuah video cukup apik juga menghapus unggahannya.
BERITA TERKAIT: