Berdasarkan informasi di laman
dashboard-bpkd.jakarta.go.id, rinciannya adalah pembayaran
commitment fee Rp 360 miliar dilakukan pada Desember 2019 untuk gelaran tahun 2020, dan Rp 200 miliar pada Februari 2020 untuk perhelatan pada 2021.
"Gubernur Anies harus berani menarik kembali uang
commitment fee Formula E. Acara tahun 2020 tidak bisa dilaksanakan karena pandemik Covid-19, tarik uang pembayaran Rp 560 miliar," ucap Ketua Umum Koalisi Peduli Jakarta (KPJ), Amos Hutauruk, melalui keterangannya, Senin (11/5).
Menurut Amos, pemprov DKI punya alasan kuat untuk meminta pengembalian uang kontrak Formula E, yaitu dengan mengajukan klausul
force majeure. Jika ada kejadian
force majeure seperti pandemik Covid-19 yang membuat kontrak tidak dapat dilaksanakan, maka pembatalan kontrak dapat dilakukan dengan pengembalian uang.
Namun demikian, Amos menegaskan, Pemprov DKI harus segera bertindak. Di dalam kontrak standar internasional, pihak yang ingin membatalkan kontrak karena ada kejadian
force majeure harus memberitahu dahulu secara tertulis kepada pihak pengelola kegiatan.
"Jika Pemprov DKI lalai melakukan pemberitahuan tertulis, maka uang
commitment fee bisa hangus dan sulit untuk dipertahankan dalam proses peradilan maupun arbitrase. Kita khawatir hal ini malah bisa menjadi kerugian pemprov DKI Jakarta," imbuhnya.
Penarikan
commitment fee ini setidaknya bisa mendukung program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) yang dicanangkan Anies. Tujuannya agar masyarakat terlibat dalam memberikan bantuan sosial.
Amos menilai program tersebut serupa dengan
crowdfunding. Namun, masyarakat sedang kesulitan akibat pandemik Covid-19 dan mereka sudah bayar Pemprov membuat
crowdfunding.
"Jangan sampai ada kesan bahwa Pemprov DKI minta uang kemasyarakat untuk pembagian bansos, tapi Gubernur Anies tidak mengusahakan uang masyarakat ratusan miliar
commitment fee event formula E didapatkan kembali dari acara yang batal, karena anggaran itu dana APBD Pemprov DKI," tegasnya.
"KSBB ini mengingatkan kita dengan Gubernur Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ketika itu mantan Gubernur DKI membangun Jakarta menggunakan dana CSR dari perusahaan maupun perorangan, di mana kita lihat pembangunan beberapa infrastruktur kota Jakarta tanpa menggunakan Anggaran APBD Pemprov DKI saat itu. Ketika itu kami tidak sepakat bila pembangunan Kota Jakarta tidak melalui mekanisme anggaran APBD Pemprov DKI Jakarta," terang Amos.
Amos menekankan penerimaan dan penyaluran Bantuan KSBB tersebut harus difungsikan untuk kesejahteraan masyarakat Jakarta. Apalagi di tengah pandemik Covid-19 saat ini masyarakat sangat membutuhkan dukungan segenap seluruh lapisan masyarakat dalam menanggulangi kebutuhan masyarakat yang terdampak pandemik Covid-19
KPJ pun mendorong agar program KSBB yang digagas Pemprov DKI Jakarta mengutamakan kepentingan masyarakat. Karena sudah sepantasnya masyarakat DKI Jakarta memperoleh haknya dan bukan hanya dibebankan kewajiban saat menghadapi kesulitan di masa pandemik Covid-19.
Amos mengingatkan pelaksanaan KSBB harus dikelola dengan baik dan tepat sasaran. Serta meminta KPK untuk turun tangan mengawasi karena menggunakan anggaran di luar APBD Pemprov DKI Jakarta yang rentan terhadap tindak korupsi.
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta telah memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga 22 Mei 2020. Amos menilai keputusan tersebut akan menambah jumlah warga yang membutuhkan bantuan sosial (Bansos). Dengan perpanjangan PSBB, jutaan warga DKI Jakarta tidak mempunyai penghasilan karena dirumahkan dan di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, sehingga semakin banyak yang butuh bantuan untuk kebutuhan hidup.
"Nilai per paket bantuan sosial adalah Rp 150 ribu. Jika Pemprov DKI berhasil mengembalikan
commitment fee Formula E senilai Rp 560 miliar, maka bisa dipakai untuk membantu 3,7 juta keluarga di Jakarta," demikian Amos.
BERITA TERKAIT: