Begitu dikatakan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kebupaten Cirebon, Didin Zaenudin, saat ditemui
Kantor Berita RMOLJabar di SMP Negeri 1 Lemahabang, Sabtu (2/5).
“Apalagi di saat Corona ini para orang tua tidak semua mampu untuk membeli paket kuota internet,†katanya.
Menurut Didin, selain keterbatasan dalam perangkat serta kouta internet, pihak sekolah pun dipusingkan dengan Juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Karena Jukni BOS ini tidak spesifik, para Kepala Sekolah menjadi gamang dan takut disalahkan dalam penggunaannya.
“Juknis BOS tidak spesifik, wajar kalau kami dengan temen-temen (kepala sekolah) khawatir karena ini uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai nanti disalahkan oleh inspektorat,†ujarnya.
Selama pemberlakuan belajar daring, otomatis dana BOS dipergunakan untuk mendukung 28 grup kelas daring. Secara otomatis pula pihak sekolah harus menyediakan paket internet bagi 28 guru wali kelas untuk menjalankan proses belajar daring ini.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan, Imam Mulyadi, mengatakan, prinsip belajar daring seharusnya dibuat sesederhana mungkin agar anak tetap di rumah dan tidak berkeliaran. Sayangnya, kata Imam, cara belajar daring tak didukung fasilitas yang memadai.
“Kami melihat belajar daring tidak bisa efektif, manakala masih banyak siswa yang tidak memiliki HP Android. Jika diprosentase, hanya 70 persen yang memiliki HP android," demikian Imam.
Hal ini tentu menjadi tugas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, untuk bisa memberi solusi agar seluruh siswa di Indonesia masih dapat pembelajaran di tengah kondisi pandemik Covid-19 ini. Sebab sekali lagi, tak semua siswa punya alat pendukung untuk bisa belajar secara daring dari rumah.