Tapi, kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi, pemerintah daerah maupun pusat belum punya perhatian perhatian pada kepentingan mahasiswa yang tinggal di kos.
“Mereka perlu diperhatikan akses terhadap kebutuhan bahan pokok," ujarnya dihubungi redaksi, Kamis (2/4).
Pernyataan ini muncul lantaran kebijakan
physical distancing berupa
work from home (WFH) serta belajar dan beribadah dari rumah turut diterapkan.
Dengan kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah lewat metode daring, maka mahasiswa harus mengalokasikan uang sakunya khusus untuk tambahan pembelian kuota internet.
Selain itu, sebagian besar mahasiswa di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya statusnya perantauan, yang terpaksa harus indekos atau mengontrak selama berkuliah.
Dengan begitu Ade menegaskan, pemerintah pusat maupun daerah seharusnya juga harus menjangkau dengan memperhatikan nasib mereka.
"Tidak hanya insentif akademik, tapi juga akses makanan sehari-hari dan keamanan sosial mereka. Langkah awal bisa dilakukan pemda dengan memfungsikan kantor penghubung atau kantor perwakilan sebagai crisis center untuk mendata dan membantu kebutuhan mereka," jelas Ade.
"Setidaknya di tingkat pusat, Kemendikbud dan Kemensos musti berperan aktif membantu para mahasiswa di perantauan," pungkasnya.