Padahal, sebelumnya NU aktif mendorong majunya Joko Widodo dan petinggi PBNU Maruf Amin sebagai pasangan calon presiden pada Pilpres 2019 lalu.
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj menyampaikan sikap keras NU terhadap pemerintah sebagai peran fasilitator untuk menyuarakan rakyat miskin yang belum tertangani oleh pemerintah.
“Enggak ada apa-apa. Biasa saja menyuarakan rakyat miskin,†ucap Said kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1).
Sebelumnya, PBNU menyentil pemerintah dalam refleksi akhir tahunnya, salah satunya mengenai adanya budaya oligarki dan ketimpangan ekonomi di masyarakat.
Mengenai pemerataan ekonomi dan bahaya oligarki, Said menyebutkan NU melihat dalam tujuh dekade pembangunan nasional belum mampu melenyapkan penyakit ketimpangan di masyarakat yang diwariskan sejak zaman kolonial.
Secara nominal, kekayaaan 50 ribu orang terkaya setara dengan gabungan kepemilikak 60 persen aset penduduk Indonesia atau setara 150 juta orang.
Segelintir orang kaya itu adalah orang yang mendominasi atas jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan dan obligasi pemerintah.
“Penyakit ini diwariskan secara turun temurun setelah Indonesia merdeka, ketimpangan yang jelas antara si miskin dan kaya, yang miskin tetap miskin yang kaya semakin kaya," katanya.
"Lha wong kalau kita pinjam duit ke bank orang miskin dipersulit, yang kaya malah diberikan prioritas,†tandasnya.
BERITA TERKAIT: