Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Menurut Fadli, seharusnya pemerintah konsentrasi dengan kondisi ekonomi bangsa yang semakin terpuruk akibat perang dagang berkepanjangan antara Amerika Serikat dengan China.
Tak hanya itu, pemerintah harus siap dengan ancaman resesi ekonomi global.
"Dalam dua minggu terakhir, wacana yang dilontarkan oleh pemerintah justru mengenai radikalisme, dan bukannya mengenai ekonomi. Ini benar-benar mengecewakan," cuit Fadli lewat akun Twitternya, Selasa (5/11).
Fadli menambahkan, seluruh masyarakat Indonesia sebenarnya sedang menanti bagaimana langkah taktis tim ekonomi pemerintahan Jokowi di periode kedua ini, dalam menghadapi resesi global.
"Pemerintah sebaiknya fokus pada isu ekonomi, terutama bagaimana menghadapi resesi. Sebab, sesudah saya baca kembali, APBN 2020 ternyata sama sekali tak memuat asumsi resesi, sehingga tidak punya rencana mitigasi apapun jika terjadi resesi ekonomi," paparnya.
Fadli menuturkan, pada asumsi makro APBN tahun 2020, pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen.
"Asumsi tersebut sangat tak realistis, karena lebih tinggi dibanding outlook 2019. Padahal, outlook 2019 saja sudah tidak realistis," sesalnya.
Fadli menekankan, prinsip dasar mitigasi resesi adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah dan menengah.
Sayangya, sebelum menerapkan prinsip tersebut, pemerintah malah sudah merilis kebijakan yang membebani masyarakat, seperti kenaikan premi BPJS Kesehatan hingga 100 persen, belum lagi jika tarif listrik juga jadi dinaikkan yang berimbas pada daya beli masyarakat yang kian tergerus.
"Saya tak bisa membayangkan bagaimana rakyat kecil akan bertahan dengan kebijakan-kebijakan kontraproduktif seperti itu," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: