Pengamat Komunikasi Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad berpandangan, peluang Jokowi merangkul oposisi cukup terlihat. Hal itu, menurutnya, berdasarkan pada pernyataan Capres 01 itu pasca penetapan KPU 21 Mei lalu.
"Jika Jokowi mengambil langkah tersebut, berarti upaya rekonsiliasi dan de-polarisasi politik Pasca Pilpres 2019 lebih dikedepankan atau menjadi pertimbangan penting," ujar Nyarwi kepada
Kantor Berita RMOL, Senin (10/6).
Nyarwi menambahkan, langkah merangkul oposisi itu tidak hanya dilakukan Jokowi kepada Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) saja. Kekuatan oposisi lainnya seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra juga berpotensi untuk dirangkul oleh pasangan Cawapres Maruf Amin tersebut.
Tawaran yang diberikan Jokowi pun dinilai Nyarwi beragam. Beberapa di antaranya adalah kursi kabinet dan posisi penting di legislatif dalam hal ini DPR dan MPR.
"Tapi itu semua tergantung pada pimpinan partai-partai tersebut, seauh mana mereka menerima tawaran itu," sambungnya.
Di sisi lain, Nyarwi juga menyebut peluang bergabungnya kelompok oposisi pada pemerintahan Jokowi-Maruf nanti juga tergantung restu dari partai pengusung keduanya di Pilpres 2019. Diketahui, Jokowi-Maruf diusung oleh koalisi yang cukup besar, yang melibatkan 10 partai politik seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP dan lainnya.
"Pimpinan parpol-parpol pengusung Jokowi dalam Pilpres kemarin juga menjadi faktor penentu, khususnya elite kunci di partai tersebut. Sejauh mana mereka mau menerima 'pendatang baru' tersebut," jelasnya.
"Meski Jokowi memiliki
privilege dalam menentukan formasi kabinet, (tapi) suara tokoh-tokoh tersebut sedikit banyak pasti berpengaruh," lanjutnya.
Lebih dalam, Nyarwi menilai saat ini baru PAN dan Demokrat yang menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dengan periode kedua pemerintahan Jokowi. Sementara PKS dan Gerindra, peluang untuk bergabung masih sangat kecil.
"Kedua partai ini (PKS dan Gerindra) yang sampai sekarang masih jelas-jelas menunjukkan loyalitasnya pada Prabowo. Selama belum ada pertemuan resmi Prabowo dan Jokowi, tampaknya situasi tersebut tidak banyak berubah," tandas Nyarwi.
Bahkan, PKS dan Gerindra memiliki peluang besar untuk tetap berada di barisan oposisi selama pemerintahan Jokowi-Maruf nanti. Hal ini akan terjadi jika komunikasi politik antara Prabowo dan Jokowi tetap beku bahkan hingga setelah putusan MK diumumkan.
"Situasinya sepertinya agak beda dengan PD dan PAN. Kedua partai ini tampaknya lebih mudah tergoda untuk masuk barian Pemerintahan Jokowi," sambungnya.
Meski begitu, Nyarwi berpandangan suara PKS dan Gerindra akan tetap bising meski secara kalkulasi jumlah kursi keduanya di legislatif sangat kecil jika dibandingkan dengan kursi pendukung Jokowi-Maruf.
"Suara-suara kritis dari elite-elite kedua partai tersebut dan para pendukungnya, tampak masih cukup kuat untuk membuat kebisingan dalam pemerintahan Jokowi di periode mendatang," pungkas Nyarwi.
BERITA TERKAIT: