Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan, seluruh laporan yang diterima, merupakan dari orang-orang yang belum menerima bantuan hukum sebelumnya.
"Pos pengaduan memberikan ruang bagi korban untuk melakukan pengaduan. Ini dibuka 27 Mei hingga 1 Juni. Sedikitnya sudah ada tujuh pengaduan yang diterima," ungkap Yati di kantornya, Jakarta, Minggu (2/6).
Di antara pengaduan yang diterima Kontras misalnya kesulitan yang dialami pihak keluarga untuk menemui keluarga yang ditahan polisi. Selain itu, ada juga keluarga yang mengadukan tidak menerima surat penahanan anggota keluarga mereka. Juga ada laporan mengenai kekerasan terhadap anak.
"Mulai dari keluarga tidak boleh membesuk. Lalu kekerasan pada saat penahanan. Kita akan menganalisa laporan ini sesuai aturan-aturan yang ada. Kekerasan dan pelanggaran ini dapat bermuara pada dihukumnya orang yang tidak bersalah," tuturnya.
Tujuh pengaduan yang tersebut diterima dari keluarga F, RM, FM, AR, ANR, ID, dan AF. Mereka mengaku mendapatkan kekerasan fisik ketika ditangkap dan diperiksa polisi.
"Sedangkan terhadap tersangka yang dapat ditemui oleh keluarga HD, AI, ID dan AF mengatakan mereka disiksa. Saat ditemui terdapat memar, lebam, dan luka terbuka yang menganga," jelas Yati.
Adapun RM yang masuk kategori anak juga mengalami kekerasan. Menurut Yati, yang ditemui keluarganya RM dalam kondisi babak belur. Ia mengalami luka pada bagian kepala. Juga ada bekas pukulan di beberapa titik bagian tubuhnya.
Hingga saat ini Kontras, LBH Jakarta, dan LBH Pers masih terus memantau lapangan dan membuka pos pengaduan terkait kerusuhan 21-22 Mei.
"Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir kabar bohong yang bertebaran di media sosial, juga untuk penegakan hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip
fair trial dan hak asasi manusia," tandasnya.