Setelah Orde Baru tumbang dan digantikan Orde Reformasi, kebijakan Asas Tunggal dicabut oleh Presiden Habibie, Ustad Abu pulang ke Tanah Air. Ia kembali membina pesantrennya di Ngruki, Solo.
Peristiwa demi peristiwa terorisme baik yang terjadi di Indonesia maupun Asia Tenggara seringkali dikaitkan dengan namanya. Adalah Sidney Jones, seorang aktivis NGO bernama Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang paling sering dan konsisten menuduhnya sebagai tokoh di balik peristiwa-peristiwa itu. Jones yang pernah dilarang masuk ke Indonesia, bahkan memberinya jabatan sebagai Ketua Jamah Islamiah (JI). Padahal Ustaz Abu sendiri maupun jamaahnya tidak pernah menggunakan nama tersebut, bahkan mungkin mereka tidak tahu bahwa JI adalah sebuah organisasi radikal pecahan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir.
Ustaz Abu Bakar sebenarnya hanya seorang guru, yang dengan keyakinannya tentang Tauhid sangat lurus dan sederhana. Kepeduliannya untuk menjaga kemurnian Tauhid umat sangat besar. Ia tidak berpolitik dan tidak pernah terkait dengan partai politik maupun tokoh politik manapun.
Sangat mungkin ia tidak menyadari konstalasi politik global yang sangat rumit dan penuh konspirasi. Karena itu, sungguh sangat ideal memilihnya sebagai simbol teroris di Indonesia dan Asia Tenggara sekaligus.
Disinilah keterkaitan mengapa Perdana Menteri Australia Scott Marrison menentang secara terbuka pembebasannya. Sebenarnya Perdana Menteri Australia bukan yang pertama, sebelumnya Presiden Amerika George W Bush pernah meminta ekstradisi Ustaz Abu untuk dikirim ke kamp Guantanamo.
Beruntung kita memiliki seorang presiden yang memiliki harga diri dan manjaga martabat bangsanya dari campur tangan asing, sehingga menolak dengan tegas permintaan itu. Karena itu kita harus berterimakasih kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.
Kini Presiden Joko Widodo telah mengikuti jejaknya, dengan membebaskannya dari tahanan dengan alasan kemanusiaan. Ustaz Abu yang sudah tua dan sering sakit sangat wajar menerima pembebasannya. Bukan mustahil Australia bukan satu-satunya kekuatan asing yang menentang kebijakan yang didukung MUI ini. Karena itu Bangsa Indonesia perlu bersatu-padu menghadapi berbagai bentuk campur tangan asing terhadap kedaulatan negeri ini.
[***]Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.