YLKI: Di Negara Manapun Tidak Ada Kategori Kelas KRL

KRL Premium Langkah Mundur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 22 Desember 2018, 14:38 WIB
YLKI: Di Negara Manapun Tidak Ada Kategori Kelas KRL
KRL Commuter Line/Net
rmol news logo . Kereta Rel Listrik (KRL) atau Commuter Line kelas premium yang rencananya diluncurkan pada pertengahan 2019 adalah langkah mundur.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menanggapi rencana KRL premium.

Manamen PT KAI dan PT KCI pada pertengahan 2019 akan meluncurkan jenis KRL premium. Kebijakan ini digulirkan atas permintaan Kemenhub dan Kementerian BUMN. Managemen KAI mengklaim kehadiran KRL premium tidak akan mengganggu KRL reguler.

"Dari sisi managemen KA commuter ini justru setback. Di dunia manapun KA commuter tidak ada kategori kelas, tidak ada premium, tidak ada express dan sejenisnya. Yang sekarang ini sudah benar, kok mau diruntuhkan lagi. Aneh bin ajaib," kata Tulus Abadi, Sabtu (22/12).

Menurutnya, kehadiran KRL premium hanya akan meminggirkan KRL reguler saja, apapun alasannya. Karena apa yang dilakukan managemen KAI adalah menyalahi pakem.

"Dampak pemberlakuan KRL premium, adalah potensi pelanggaran hak-hak konsumen KRL secara keseluruhan sangat besar," ujar Tulus Abadi.

Seharusnya PT KAI dan PT KCI fokus pembenahan pelayanan secara keseluruhan, seperti memperbaiki infrastruktur dan atau menambah rangkaian. Dengan demikian headway KRL akan lebih singkat, cabin service akan lebih bagus, dan waktu tempuh yang lebih presisi.

Sehingga KRL sebagai angkutan massal bisa mengangkut penumpang lebih banyak, dengan keandalan dan pelayanan yang prima.

YLKI menduga, saat ini finansial PT KAI tertekan hebat karena beberapa hal, akibat dipaksa harus menghandle proyek LRT Jabodebek, dana PSO yang terlambat dicairkan atau bahkan dana IMO yang belum dibayar pemerintah. Sehingga PT KAI berupaya atau diminta menambal pendapatannya dengan mengoperasikan KRL premium.

"Jika alasan PT KAI ingin menambah revenue di luar pendapatan tiket (non fare box), PT KAI bisa melakukan di sektor properti atau iklan. Asal jangan iklan rokok, karena melanggar regulasi," kata Tulus Abadi.

Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah dan managemen PT KAI membatalkan rencana pemberlakuan KRL premium.

"Ini kebijakan kontra produktif bagi konsumen KRL secara keseluruhan dan bagi PT KAI. Selain itu akan menjadi bahan tertawaan oleh komunitas operator kereta commuter di dunia," demikian Tulus Abadi. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA