Distraksi Kegagalan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zeng-wei-jian-5'>ZENG WEI JIAN</a>
OLEH: ZENG WEI JIAN
  • Jumat, 31 Agustus 2018, 13:35 WIB
Distraksi Kegagalan
Joko Widodo/Net
SETIAP hari, peta politik disuguhi dagelan dan fantasi teror psikologis. On hyper space, badut politik macam Nusron, Ruhut dan Ngabalin meng-hiperbola-nisasi imaginasi absurdist-novelists seputar "khilafah".

Politic, in Indonesia, shows no signs of recovery. Nggak seperti Inggris pasca "national nervous breakdown of Brexit scheme". Perancis mampu bangkit dari 'heart attack' Pemilu tahun lalu.

Dengan menciptakan "musuh negara" dan "masalah negara" sebagai alat distraksi fokus pikiran, rezim Joko mengadopsi inefektivitas old ways. Hanya memperlihatkan rezim ini kewalahan dan lelah.

Cara-cara "old ways" ini masih dipraktekkan para penguasa semi-primitif di India yang gemar merilis anathema ethno-religious “purification". Myanmar dan Hungary juga menggunakan kartu agama dan ras sebagai solusi distraksi. Sedangkan Rusia dan Turki mengadopsi teknik "distraction by war" dalam rangka mengkanalisasi public unrest dan civil disorder.

Para elit politik memaksakan subjektivitas sebagai narasi solipsisme nasional. Mimpi satu-dua organisme tentang "khilafah" dibranding menjadi karakter dari oposisi. Faktanya tidak begitu.

Pola generalisasi buta ini merupakan tanda; Rezim Joko adalah Rezim Lemah.

Opsi persekusi, baik verbal dan fisik, membangkitkan rasa: National political authority of Joko's office is in decline. Narasi soal "makar-makar" memecah bangsa, cracking nations into fragments. Selain memaksa rakyat mundur dan mengadopsi solidaritas post-national: roving tribal militias, ethnic and religious sub-states dan super-states.

Joko dan teman-temannya seperti Surya Paloh, Mama Ega, LBP, Wiranto dan Hendro tidak sanggup beradaptasi dengan era modern. They are old stuff from the past. Fosil politik dari masa lalu.

Di tengah arus global financial dan integrasi teknologi, Joko malah rekrut figur ultra-konservatis KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres.

Kepanikan macam ini, ditambah runtuhnya rupiah, hanya mengubah landscape nation-state system menjadi "lawless gangland". Peta politik terus gaduh. Dolar meroket, tembus 14.700 rupiah. Pengangguran mengerikan.

Jualan "jargon" tidak pernah terbukti. Revolusi mental, Nawacita, Tol Laut, Stop Utang, Stop Impor, BBM, buy back indosat, hanya sederet istilah "hantu". Tidak nyata. Fatamorgana. Di lapangan, tanah keras tetap itu keras. Tidak ada perubahan selama Joko berkuasa. [***]


Penulis merupakan aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA