Dalam sistem kapitalisme, yang menjadi rasional adalah kemampuan membayar dan membeli. Bertindak menghasilkan pendapatan.
Logika kapitalisme mulai terlihat dari kapal Tiga Ras-Simanindo yang lebih muatan.
Ini adalah musim libur. Kapal menampung jumlah penumpang yang lebih banyak dari hari biasa. Uang masuk lebih banyak. Penumpang yang lebih meningkatkan pendapatan pemerintah lewat peningkatan retribusi atau pajak yang dibayarkan perusahaan kapal.
Kapal yang lebih muatan kemudian tenggelam. Sebuah ferry dikabarkan melintas. Dari segi ukuran fisik, bisa bertahan berlayar lebih lama di danau. Apresiasi atas penyelamatan beberapa penumpang. Namun penyelamatan yang lebih banyak tidak dilakukan.
Disebutkan jauh dari rute pelayaran. Tentu berkonsekuensi pada pemakaian bahan bakar dan tanpa kejelasan yang akan membayar bakar kemudian, ini adalah jadi perhitungan bagi pelaksana operasional kapal.
Selanjutkan, aparat pemerintah daerah memutuskan tidak melakukan penyelamatan malam hari.
Hal ini sangat mempersempit peluang mendapatkan korban yang selamat. Kenyataan, pencarian yang dilanjutkan pagi hari nya tidak mendapatkan seorang pun seorang penumpang yang selamat.
Kita tidak menemukan tindakan yang muncul berdasarkan sontakan kemanusiaan pada saat awal kejadian tenggelam terjadi.
Tidakkah ada ferry, speedboat, atau helikopter di daerah setempat? Kemungkinan ada. Namun untuk menggerakkannya perlu kalkulasi yang objektif: biaya dan prosedur birokrasi (dengan birokrasi saat ini biasanya lebih peka untuk memfasilitasi bergeraknya modal, bukan penyelamatan kemanusiaan).
Tindakan heroisme kemanusiaan telah tertutup akibat sistem kapitalisme yang berlaku pada dasarnya berdasarkan prinsip; semua mesti uang tunai, istilah yang dikenal di Sumatera Utara, dengan singkatan SUMUT.
Pertimbangan inilah yang dianggap rasional dan objektif dan kebiasaan dalam sistem kapitalisme.
Ikatan kemanusiaan masih menggerakkan seorang pemuda kulit hitam Mamodou Gassama, loncat dan bergantung dari teras ke ke teras apartemen/rumah susun bertingkat demi menyelamatkan seorang anak yang sedang dalam bahaya terjatuh.
Tindakan Mamodou yang beresiko bagi dirinya tentu berlandaskan insting kemanusiaan, tidak membayangkan upah atau penghargaan dalam bertindak.
Norma sistem kapitalisme membuat inisiatif kemanusiaan kita menjadi lebih hati-hati, dan penuh kalkulas ekonomi.
Norma ini membuat kita hilang kepekaan terhadap kuli yang harus bekerja berat yang merusak fisik dan kesehatannya, membiarkan pengrusakan lingkungan terjadi karena hal tersebut mendapatkan keuntungan bagi sistem yang kita terpaksa hidup di dalamnya.
Manusia, alam punya daya lentur/daya tahan sebagai korban kapitalisme. Namun daya lentur ini ada batasnya, seperti seorang yang bukan atlet hampir tidak punya daya lentur/daya tahan terapung di air melewati satu malam.
Kita harus lebih kritis menilai norma yang berlandaskan finansial dalam sistem kapitalisme untuk bisa menciptakan keselamatan kemanusiaan.
Tindakan inisiatif kemanusiaan bukan hanya dalam fiksi yang dijual toko buku yang menghasilkan untung besar bagi pemilik toko, atau hanya cerita dalam film di bioskop berbayar demi keuntungan investor. Tapi dalam kejadian sehari-hari.
[***]Penulis adalah Aktivis Lingkungan Hidup
BERITA TERKAIT: