Berbeda dengan jargon kota Juara dan kota Ramah HAM yang seringkali dikampanyekan Ridwan Kamil semasa dia masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung.
Direktur Setara Institute, Halili menegaskan, Ridwan Kamil seperti abai terhadap hak konstitusional warganya.
Secara kuantitatif, memang ada peningkatan toleransi. Indikatornya adalah semakin menurunnya kuantitas pelanggaran HAM. Namun, pada dasarnya, Bandung sebagai katalisator pelanggaran HAM sama sekali tidak mengalami perubahan.
Menurut Halili, hal itu nampak jelas dari sikap pemerintah Bandung yang justru seakan memfasilitasi salah satu ormas anti Syi'ah.
"Itu basis terbesarnya ya di Bandung. Pemerintah tidak berusaha untuk melimitasi potensi intoleransi yang dilakukan mereka. Bahkan per April lalu pemerintah memfasilitasi secara administratif pembangungan Gedung Dakwah kelompok ini," jelasnya di Jakarta, Kamis (7/6).
Halili menjelaskan, salah satu batu uji kualitas toleransi di Bandung dikatakan mengalami peningkatan atau tidak, itu akan terlihat pada perayaan Asyura mendatang.
"Kalau minoritas Syi'ah tetap dikondisikan untuk tidak mengadakan peringatan Asyura' di Bandung, ya berarti situasi intoleransi disana sebenarnya tidak banyak berubah,†jelasnya.
Halili juga menilai Pemerintah Kota Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil gagal melakukan langkah-langkah preventif bagi terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga untuk beragama dan beribadah secara merdeka.
Telah diketahui sebelumnya, rentetan kasus intoleransi di kota Bandung semakin marak.
Dari mulai pembubaran acara keagamaan hingga aksi pembakaran rumah ibadah agama lain.
Aksi-aksi kasus intoleransi tersebut menjadikan Bandung sebagai salah satu dari tujuh kota paling intoleran di Jawa Barat.
[sam]
BERITA TERKAIT: