Dulu, karena cinta semua kelemahan dimaafkan. Hari ini 'love affair' nyaris berakhir sehingga semua hal kecil jadi masalah.
Itulah yang menjelaskan kenapa electability turun terus sampai 35 persen. Dengan larangan Bawaslu untuk memberikan hadiah kepada rakyat, electability bisa drop ke 25 persen.
At that level anything can happen. With Prabowo Subianto stuck at 20 persen, nobody can be sure to win, it is very fluid. The time has come for the emergence of the alternative. Â
Reaksi Jokowi yang emosional menunjukkan gejala mulai shaky.
Beberapa menteri 'main' to the maximum (Rini Soemarno dan Enggartiasto Lukita) dan semakin menjauh dari Trisakti (neoliberalisme Sri Mulyani). Tapi di sisi lain tidak berani memecat karena takut partai mencabut dukungan. Â
Akibatnya, policy makin jauh dari rakyat. Kondisi ini tidak akan membaik sampai 2019.
Dengan harga minyak mentah yang akan terus naik, di atas 70 dolar AS per barrel, subsidi BBM sampai 2018 bisa mencapai Rp 35 triliun, dan kenaikan Fed Rate, tekanan terhadap defisit anggaran, current account defisit dan kurs rupiah akan semakin menyulitkan.
Pilihan-pilihan Jokowi semakin terbatas. Stagnasi ekonomi dan penurunan daya beli rakyat akan berlanjut sampai 2019.
Partai-partai bisa jadi akan terus mendukung Jokowi, tetapi mayoritas anggota partai akan mencari tokoh yang bisa menyelamatkan ekonominya. Nyaris seperti tagline Bill Clinton vs George Bush Jr: "It’s the economy, stupid!"
[***]
Tulisan ini adalah sikap pribadi, tidak mewakili institusi.
BERITA TERKAIT: