Menyikapi ini, Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto mengatakan pada prinsipnya Polri tetap butuh TNI secara bersama-sama untuk memberantas terorisme.
"Prinsipnya Polri tetap perlu TNI. Jadi jangan diadu antara TNI dengan Polri karena kita tetap memerlukan. Kita saling melengkapi," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/3).
Seperti misalnya yang telah dilakukan dalam operasi Tinombala di Sulawesi Tengah untuk memburu kelompok teroris pimpinan Santoso, kata dia, TNI terlibat di dalamnya.
"Kita udah laksanakan itu kok, saya selalu bilang di operasi Tinombala," tandasnya.
Kendati demikian, sambung Setyo dalam rangka penegakan hukumnya alias penyidikan, tetap dilakukan oleh Polri bukan dari TNI.
"TNI dioperasi saja," demikian Setyo.
Sementara, menurut aktivis Kontras Haris Azhar yang mengatakan jika ingin memasukan TNI bukan dengan merevisi undang-undang melainkan harus membuat undang-undang yang baru.
“Harus ada dasar hukum yang mengatur tentang bagaimana perbantuan TNI, nah itu mesti dibuat dalam sebuah aturan hukum dan enggak boleh di UU yang sekarang dibahas,†terangnya
Karena ketika TNI dilibatkan sebagai penindak dan penegak hukum, menurut dia yang saat ini dilakukan DPR bukanlah revisi, tapi membongkar habis UU tersebut.
Saat ini, DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam pembahasanya muncul wacana TNI dilibatkan sebagai penegak hukum selain Polri dalam penangananan tindak pidana terorisme. Padahal selama ini yang menanganinya adalah Densus 88 Antiteror.
[dem]
BERITA TERKAIT: