Bercermin pada Perseteruan Ulama di Negeri Mullah

Minggu, 18 Februari 2018, 13:03 WIB
Bercermin pada Perseteruan Ulama di Negeri Mullah
Ayatullah Shariatmadari (kiri) dan Imam Khomeini/Net
BELUM lama ini, saya memposting tulisan peran Ayatullah Mohammad Kazem Shariatmadari yang pernah menyelamatkan Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini, dari ancaman eksekusi rezim Shah Pahlevi saat itu. Memang kemasan berita versi Indonesian free press terkesan tendensius.

Tapi dari berita itu dapat diserap informasi bahwa Imam Khomeini dan Ayatullah Shariatmadari terlibat perbedaan serius. Bahkan Imam Khomeini setelah berhasil membentuk pemerintahan Islam Iran,  menghukum Ayatullah Shariat Madari di penjara rumah setelah terlibat kudeta dan upaya pembunuhan terhadap Pendiri Republik Islam Iran.

Dari tulisan itu dapat diserap pula bahwa tidak ada teman abadi dalam politik. Bisa jadi sekarang jadi sahabat tapi dalam perjalanan perjuangan bisa terjebak pada perselisihan hingga harus bermusuhan. Inilah politik!

Memang benar Ayatullah Shariatmadari melakukan kesalahan fatal. Ia juga terbukti bekerjasama dengan Savak, badan intelijen rezim Shah Pahlevi.

Ayatullah Shariatmadari dalam dokumentasi Savak terbukti bukan hanya bungkam tapi juga bujuk Imam Khomeini supaya tidak lakukan perlawanan lagi pada rezim legal saat itu.

Ketika membaca kembali posisi Ayatullah Shariatmadari, maka terlintas dalam benak sejumlah ulama di negeri ini yang mirip dengan tipe ayatullah penentang Imam Khomeini itu.

Semoga Allah SWT selalu menjaga ulama di negeri ini dari segala penyimpangan. Terlebih peran ulama selalu diperlukan sebagai garda kesucian negeri ini.

Sejumlah hadis dalam riwayat yang berbeda-beda menyebutkan, iika ulama benar, maka benarlah masyarakat di sebuah negeri. Namun sebaliknya, bila ulama rusak, maka rusaklah ummat.

Kembali ke Ayatullah Shariatmadari, memang ternyata sejarah mencatat bahwa dia termasuk pihak yang selamatkan Imam Khomeini dari ancaman eksekusi rezim saat itu.

Ayatullah Syariat Madari ikut mengkoordinasi ulama sehingga Imam Khomeini tidak terjerat pada ancaman eksekusi rezim Shah. Saat itu, Imam Khomeini bukan termasuk marja' atau ulama rujukan yang terkenal. Karena itu, para ulama berkumpul termasuk Ayatullah Syariatmadaari menobatkan Imam Khomeini sebagai salah satu marja besar di Iran.

Karena kesepakatan bersama ulama, rezim saat itu tak bisa berbuat banyak untuk menekan Imam Khomeini. Semenjak itu Imam lebih leluasa melakukan perlawanan berkat perlindungan penuh ulama.

Meski demikian, Ayatullah Shariatmadari  tetap berbeda pendapat secara mendasar dengan Imam Khomeini.

Secara pemikiran, Ayatullah Shariatmadari lebih cenderung menyuarakan Islam toleransi atau Islam moderat yang berhadap-hadapan langsung dengan gerakan Imam Khomeini. Karena pemikiran itu lah Savak menunggangi Ayatullah Shariatmadari dan melakukan koordinasi-koordinasi dengan tujuan menekan Imam Khomeini.

Setidaknya Savak dan Ayatullah Syariatmadari punya pandangan sama, yaitu tidak sepakat dengan gerakan perlawanan Imam Khomeini. Ternyata apa yang terjadi saat itu di Iran terulang kembali di negeri ini. Ada ulama yang dikesankan toleran dan ada juga yang dikesankan tidak toleran.

Modus semacam ini ternyata efektif untuk mempertahankan kekuasaan. Apalagi yang dibenturkan antarulama sehingga mereka tak dapat mengonsolidasi kekuatan ummat melawan rezim.

Bisa jadi Ayatullah Shariatmadari tetap bertahan mewakili pemikirannya yang sekarang mulai dihidupkan kembali pihak-pihak anti revolusi, bila tidak melakukan kudeta saat itu. Ayatullah Shariatmadari terbukti merencanakan pemboman atas rumah kediaman Imam Khomeini dengan melibatkan menantunya.

Karena sikap sembrono Ayatullah Shariatmadari, ia dicabut pangkat keulamaannya oleh lembaga ulama Iran dan jadi tahanan rumah hingga akhir hayatnya. Tahanan rumah adalah hukuman paling ringan bagi Ayatullah Shariatmadari.

Ketika Ayatullah Shariatmadari terbaring sakit di tahanan rumah dan butuh penanganan khusus, Imam Khomeini kirim dokter terbaiknya untuk memantau kesehatan Ayatullah Shariatmadari.

Dalam konstitusi Iran, ulama tetaplah ulama yang harus dihormati. Bahkan di negeri ini semenjak revolusi Islam Iran ada pengadilan khusus untuk menghukum ulama bila lakukan kesalahan.

Tujuannya adalah menjaga kehormatan ulama yang punya status sosial terhormat. Jangan sampai kerusakan segelintir ulama membawa efek pada tatanan sosial. Kriminalisasi ulama pernah terjadi di negeri ini saat rezim despotik Shah Pahlevi berkuasa. Itupun di level tertentu.

Shah Pahlevi saat itu tetap tidak bisa lakukan kriminalisasi seenaknya seperti yang dialami Imam Khomeini setelah mendapat kesepakatan ulama setempat. Sebejat-bejatnya rezim seperti Shah Pahlevi pun masih berhitung lakukan kriminalisasi ulama.

Bagaimana dengan negeri ini?! [***]

Alireza Alatas
Penulis adalah pembela ulama dan NKRI dan aktivis Silaturahmi Anak Bangsa Nusantara (Silabna)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA