"Belanda negeri yang kecil, mereka bisa kaya karena menjajah dan mengambil seluruh kekayaan Indonesia," kata HNW di hadapan warga Jakarta Selatan saat memberikan materi Sosialisasi Empat Pilar di Aula Kecamatan Mampang, Jakarta, Rabu (29/11).
Untuk membatalkan kemerdekaan, Belanda sampai melakukan agresi militer sehingga kondisi yang demikian membuat politik dan keamanan Indonesia menjadi berat. Pada saat itu, Belanda juga hanya mengakui Indonesia hanya pada wilayah Jawa dan Madura.
"Di luar itu diakui masih dijajah Belanda," ujar HNW.
Puncak dari konflik Indonesia dan Belanda adalah diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMP) di Den Haag, Belanda. Hasil konferensi itu ditandatangani pada 27 Desember 1949. Isi perjanjian tersebut adalah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tetapi dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) bukan NKRI.
Dengan perjanjian tersebut maka Indonesia adalah satu dari 16 negara serikat. Ada RIS Sumatera Timur, Republik Pasundan, Republik Madura, Republik Dayak Besar, Republik Indonesia Timur, dan RIS itu sendiri.
"Pemimpin kita menerima hasil KMB dan bahkan dibentuk kabinet dengan Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri," ujar HNW.
Sebab RIS dirasa menyimpang dari tujuan Indonesia merdeka maka hal demikian menimbulkan kegelisahan dari Ketua Fraksi Partai Masyumi, Mohammad Natsir.
Natsir ingin Indonesia berbentuk NKRI seperti tertuang adalam UUD Tahun 1945. Untuk itu dirinya menyatakan Mosi Integral pada 3 April 1950. Sebagai anak bangsa, Natsir adalah tokoh yang mencintai Indonesia. Mosi itu dinyatakan agar Indonesia terlepas dari perpecahan.
Untuk memperjuangkan mosinya itu, ia melakukan lobi kepada partai politik di parlemen agar Indonesia kembali ke bentuk NKRI.
Keinginan Natsir itu diterima oleh semua pemimpin sehingga Mosi Integral diterima dengan ditandai dibubarkannya RIS pada 17 Agustus 1950.
"Selepas itu, Indonesia kembali ke NKRI," pungkas HNW.
[rus]
BERITA TERKAIT: