Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ancaman Pemanasan Global Tidak Dipahami Para Elit

Suhu Jakarta Sudah 40 Derajat Dianggap Biasa

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Kamis, 05 Oktober 2017, 12:26 WIB
Ancaman Pemanasan Global Tidak Dipahami Para Elit
Teddy Setiawan/Net
"TEMPERATUR di Kutub Utara, pada tahun 2060, diprediksi akan mencapai 27 derajat Celcius. Saat itu glacier, pasti akan mencair. Dan kalau semua gunung dan dinding es mencair, sudah pasti akan terbentuk sebuah gumpalan air bah yang bisa menutupi bumi".

"Jadi ada dua bencana besar yang akan terjadi pada umat manusia. Hawa panas yang akan mematikan manusia dan air bah yang akan menenggelamkan sebagian besar daratan di bumi".

Kata-kata di atas meluncur dari mulut Teddy Setiawan, orang awam yang tidak punya kedudukan apa-apa di dalam pemerintahan.

Teddy Setiawan, 72 tahun, memang bukanlah seorang ahli lingkungan hidup. Di juga bukan pegiat sosial yang mendapat dana dari negara asing untuk 'mengobok-obok' Indonesia.

Teddy hanyalah seorang putera Indonesia keturunan Tionghoa yang kepeduliannya kepada nasib bangsa dan rakyat kita, demikian tinggi.

Tingginya kepedulian Teddy tidak semata-mata karena dia sudah mapan dalam kehidupan.

Teddy adalah salah seorang eksponen KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelahar Indonesia) yang di tahun 1965 dan pasca peristiwa G30S/PKI, turun ke jalan untuk membela Negara Pancasila. Di tahun itu ia bergabung dengan Pemuda Pancasila, ormas partai yang didirikan Jenderal AH. Nasution, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia).

Teddy merasa ikut memiliki saham dalam menegakkan NKRI dan Pancasila.

Karena latar belakangnya itu, Teddy menjadi salah seorang warga keturunan Tionghoa yang sangat kritis terhadap perilaku rakus dari konglomerat tertentu.

Bagi Teddy, sekalipun kebanyakan dari konglomerat yang menguasai perekonomian Indonesia, satu etnis dengannya dan menjadi kaya raya setelah naiknya rezim Orde Baru, sangat patut dikritik, dikontrol dan disorot.

Para konglomerat harus punya kepedulian yang tinggi terhadap masa depan NKRI.

Teddy pernah berperkara dengan Liem Sioe Liong, konglomerat binaan rezim Orde Baru - dalam sengketa kepemilikan lahan di Pulau Bintan.

Perkara yang digelar di era rezim otriter itu, menghasilkan, Teddy Setiawan sebagai pecundang.

Kendati begitu kekalahannya dari pengusaha yang dilindungi penguasa, tidak menyurutkan semangat perjuangannya: demi Indonesiaku!

Karena sikapnya yang kritis dan terkesan melawan arus itu, oleh beberapa temannya, menyamakan Teddy dengan seorang Kwik Kian Gie. Bekas politisi PDIP yang sangat vokal - yang tidak pernah merasa punya masalah dalam apa yang disebut "double minority complex".

Kalau sekarang kepedulian Teddy Setiawan beralih ke soal lingkungan, itu bukan karena tanpa alasan.

Arah dan konsep pembangunan Pembangkit Lsstrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai bahan baku, telah diselewengkan.

Proyek listrik atau setrom, bukan hanya sarat dengan pat gulipat korupsi. Tetapi yang lebih mendasar lagi, proyek-proyek ini ikut mempercepat bencana - berupa kematian berjuta-juta orang Indonesia yang diakibatkan penyakit yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan.

"Saya tidak percaya, para kontraktor yang memenangkan berbagai tender PLN, tidak sadar atau tidak tahu dengan bencana akibat polusi yang ditimbulkan oleh racun dari batubara. Tetapi mereka tidak peduli. Karena yang mereka kejar hanyalah soal duit, bancakan uang yang bernilai triliunan rupiah", ujar Teddy dalam dua kali pertemuan di sebuah mall, pekan lalu.

Para kontraktor yang eksis karena sistem KKN ini, menurut Teddy, semakin merajalela. Sebab Presiden Joko Widodo sebagai tokoh sentral dalam pemerintahan RI, secara sengaja diberi informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Padahal kehancuran negara akibat proyek PLN, sangat nyata.

Dari sisi finansial, keuangan negara digerogoti oleh pinjaman komersil PLN. Sehingga berpotensi gagal bayar atas hutang ratusan tirliun rupiah.

Presiden tidak sadar atau tidak tahu, terjadinya banyak proyek PLN yang mangkrak, tidak semata-mata karena faktor mental koruptif. Tetapi karena adanya sebuah modus dan sistem yang ingin menghancurkan Indonesia.

Dari segi konsep proteksi kepada anak manusia, proyek-proyek PLN-PLTU yang tidak melakukan analisa dampak lingkungan secara benar, menafikan semua potensi negatif akibat hadirnya proyek tersebut.

"Saya berani mengatakan demikian, sebab sayalah yang menggagas proyek listrik interconnection Sumatera-Jawa yang ramah lingkungan".

"Sudah ada riset yang menyebutkan, pembangunan proyek PLN yang menggunakan batubara, akan menimbiulkan kerusakan lingkungan. Suhu udara akan naik secara drastis yang berdampak multi efek negatif".

"Untuk bisa hidup nyaman, rakyat harus menggunakan pendingin hawa (AC). Semuanya akan menaikan biaya hidup. Sementara racun yang terbang ke atas kemudian jatuh ke bumi akibat hujan, akan membuat semua tanah menjadi tidak produktif. Pemanasan akan merembet ke air laut. Terjadi air pasang sehingga ikan-ikan akan lari ke wilayah yag lebih dalam. Dampaknya, nelayan akan mengalami kesulitan mencari ikan. Dan seterusnya…", ujar Teddy Setiawan.

Bekas pengusaha batubara ini merujuk apa yang dia saksikan di film-film pendidikan yang terus diputar di kapal pesiar yang membawanya ke petualangan di Kutub Utara.

"Kesadaran saya akan ancaman pemanasan global - bahwa pemanasan global itu hanya bisa dicegah jika persoalannya dimengerti oleh para elit di semua negara, secara natural terjadi".

Yang menjadi keprihatinan Teddy, pemahaman dan pengertian ini yang tidak ada.

"Dan saya beruntung menjadi salah satu manusia terakhir yang bisa mengikuti petualangan di Kutub Utara tersebut", kata Teddy yang baru pekan lalau tiba di Tanah Air setelah Tour 32 hari Kutub Utara.

Sebab tour yang sekaligus memberi pembelajaran itu, selain menelan biaya yang cukup besar - terutama bagi operator kapal. Selain itu tour itu juga sudah diprotes oleh pegiat lingkungan.

Ada anggapan, kapal turis yang menggunakan mesin pemecah es salju itu, ikut merusak lingkungan kawasan Kutub Utara. [***]

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA