Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Afirmasi Pendidikan Tinggi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Jumat, 28 Juli 2017, 07:09 WIB
Afirmasi Pendidikan Tinggi
KESENJANGAN merupakan suatu yang akan selalu ada namun gradasinya bervariasi. Di sinilah pentingnya negara hadir untuk terus-menerus mengurangi kesenjangan atau dalam bahasa konstitusinya mewujudkan kesejahteraan umum.

Kesenjangan yang paling banyak terjadi adalah terkait sosial ekonomi dan  sosio-geografi, hal ini mengingatkan perbincangan Frank dari Port Clinton Ohio yang direkam Putnam (2015): "If we’re in Cleveland or New York, you can order whatever you want, but when you are in Port Clinton, you do what they can do."

Dalam konteks Indonesia, anak-anak yang terlahir dan besar di kaki pegunungan Yahukimo, Papua atau ujung pulau Salando, Sulawesi Tengah memiliki pilihan yang lebih terbatas untuk menikmati pendidikan yang berkualitas dibanding anak-anak yang terlahir dan besar di kota-kota di Pulau Jawa dan Bali.
Untuk itulah, sejak tahun 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) membuat terobosan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK), baik di Papua dan daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Program ADIK dan 3 T dilaksanakan untuk merespon realitas faktual Indonesia yang membuat akan bangsa di daerah tertentu mengalami kesulitan untuk bisa bersaing menikmati kursi perkuliahan sehingga sulit terjadi mobilitas sosial karena hambatan kondisi geografis, ketertinggalan pengembangan infrastruktur daerah, dan atau keterbatasan kemampuan ekonomi. Dengan segala keterbatasan tersebut, mereka akan kesulitan untuk langsung bersaing dengan siswa dari daerah lainnya melalui jalur kompetisi bebas semisal beragam ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN).

Jika program ADIK difokuskan kepada siswa-siswa yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat yang direkrut berdasarkan rekomendasi sekolah dengan indikasi prestasi akademik yang tercatat dalam buku laporan pendidikan siswa. Setelah mereka diterima dan memulai pembelajaran di PTN, penyesuaian juga tidak mudah sehingga sebagian di antara mereka tidak mampu mengadaptasikan diri dengan kondisi pembelajaran di PTN mengalami kegagalan atau hanya mampu mencapai prestasi akademik yang sangat minimal, bahkan terpental.

Di samping masalah akademik, proses menyesuaikan dengan lingkungan baru dan berbeda sering menjadi tantangan tersendiri yang juga berkontribusi pada kegagalan para penerima beasiswa ADIK Papua. Salah satu perguruan tinggi yang mampu melakukan fasilitasi penyesuaian diri dan lingkungan untuk penerima ADIK Papua adalah Universitas Halu Oleo (UHO) yang terletak di Kota Kendari, Sulawesi Tengah. Dengan pendekatan yang tepat, para penerima beasiswa ADIK merasa nyaman seperti di daerahnya sendiri sehingga kalaupun kesulitan secara akademik dengan kondisi non-akademik yang baik memungkinkan mereka untuk Pindak jurusan yang lebih sesuai dengan kemampuan dan talentanya.

Beberapa penerima beasiswa ADIK di UHO, semisal Alfons yang berasal dari Kabupaten Paniai dan kuliah di Jurusan Pendidikan PPKN pindah ke jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (UHO). Anak petani ini mampu melewati masa sulit sehingga tetap bertahan untuk terus kuliah di FKIP UHO. Sebagian besar para penerima beasiswa ADIK Papua sudah mengetahui beasiswa dari SMA dan SMK. Sebagai contoh, Edi yang berasal dari Kabupaten Waropen dapat menikmati studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UHO Karena dibantu pihak sekolah untuk ikut ujian penerima beasiswa ADIK Papua. Sekalipun kuliah di UHO bukan pilihan yang pertama, namun lulusan SMA Negeri Waropen ini merasa kerasan untuk menyelesaikan kuliahnya di UHO.

Para penerima beasiswa ADIK Papua memiliki semangat studi lanjut yang tinggi sehingga sebagian besar dari mereka ingin melanjutkan studi paska sarjana setelah menyelesaikan kuliah sarjananya. Mereka berharap ada beasiswa lanjutan untuk dapat menambah ilmu pada jenjang magister sehingga ketika pulang ke daerah masing-masing sudah punya bekal ilmu yang lebih dari cukup. Sebagai contoh, Benyamin yang kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UHO sangat berkeinginan untuk segera menyelesaikan kuliahnya di UHO. Pemuda asal Kabupaten Supiori ini berencana untuk mencari peluang beasiswa untuk bias kuliah di negeri Kangguru. Dengan mengajar teman-temannya dalam kemampuan Bahasa Inggris, mahasiswa UHO angkatan 2013 ini terus memantapkan kemampuan Bahasa Inggrisnya sehingga diharapkan mampu meraih nilai IELTS atau TOEFL yang tinggi sehingga mampu melenggang untuk diterima di universitas di Australia.

Sebagaimana umumnya kuliah di daerah lain, para penerima beasiswa ADIK Papua juga mengalami beragam tantangan yang tak mudah. Di samping adanya gegar budaya, kelancaran kiriman beasiswa juga sering menjadi masalah. Di sinilah kehadiran organisasi mahasiswa Papua di Kendari berperan, baik dalam memediasi kesenjangan budaya maupun tantangan keuangan. Melalui program bimbingan karakter dan rohani, para penerima beasiswa merasakan manfaat yang luar biasa dari kehadiran organisasi mahasiswa Papua. Ketersediaan fasilitas simpan-pinjam juga sedikitnya mampu menjadi solusi sementara ketika kiriman beasiswa mengalami keterlambatan.

Peran universitas, dalam hal ini Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, dalam mengintegrasikan para penerima beasiswa ADIK Papua dengan mahasiswa dan penduduk lokal menjadi sangat penting dan bisa jadi contoh-contoh praktek yang baik untuk ditularkan di perguruan tinggi lain. Kehadiran organisasi mahasiswa Papua juga mampu berkontribusi dalam mendekatkan penerima ADIK Papua dengan mahasiswa lokal, penduduk sekitar bahkan pemerintah daerah. Proses integrasi ini sangat bermanfaat dalam memperkokoh bingkat ikatan kebangsaan antar etnik yang ada di Indonesia dan juga menjadi media pembauran antara pendatang dengan penduduk setempat.

Di samping contoh keberhasilan, program ADIK Papua juga tak sedikit mengalami hambatan bahkan kegagalan karena miskomunikasi antara mahasiswa dengan universitas, mahasiswa lokal dan juga penduduk sekitar. Perpindahan lulusan siswa SMA dan SMK ke tempat dengan budaya yang berbeda sungguh tidak mudah. Berdasarkan realitas tersebut, pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan untuk melakukan perbaikan pada proses rekruitmen melalui seleksi ujian tulis dengan menggagas program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas input ke  perguruan tinggi. Lewat program ADEM, siswa lulusan SMP di seluruh Papua direkrut untuk mengikuti pendidikan menengah, SMA dan SMK di pulau Jawa dan Bali untuk selanjutnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Sage yang berasal dari kabupaten Nduga merupakan contoh siswa SMP Papua yang lulus beasiswa ADEM untuk melanjutkan sekolah di SMA Negeri Cilacap, Jawa Tengah. Sekalipun awalnya sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan dalam pelajaran di SMA, Sage akhirnya lulus SMAN Cilacap dan diterima untuk melanjutkan studi di UHO, Fakultas Elektro Arus Kuat. Pengalamannya ditempa selama tiga tahun di SMA di Pulau Jawa menjadikan Sage lebih percaya diri dan mampu menunjukkan prestasinya saat kuliah. Berbeda dengan Sage, Dika yang berasal dari Kabupaten Boven Digul menyelesaikan SMK atas dukungan program ADEM di Kota Cilegon Banten. Setelah menyelesaikan SMK-nya, Dika mencoba peruntungan untuk daftar di Universitas Brawijaya, Malang namun tidak berhasil dan akhirnya diterima di Jurusan Lingkungan, UHO.

Afirmasi ADIK dan ADEM merupakan langkah awal yang baik yang patut dilanjutkan dan diperluas sasarannya sehingga anak-anak Papua dan Papua Barat dapat menikmati bangku Pendidikan tinggi. [***]

Penulis adalah penekun kajian pendidikan dan anggota the James Coleman Associations

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA