Menteri Rini 2 Tahun Tak Hadir Di DPR, BUMN Bisa Jadi Bancakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Rabu, 21 Juni 2017, 13:41 WIB
Menteri Rini 2 Tahun Tak Hadir Di DPR, BUMN Bisa Jadi Bancakan
Dani Setiawan/Net
rmol news logo Pengawasan terhadap Kementerian BUMN oleh DPR sebenarnya tetap dilakukan, sepanjang dilakukan rapat dengar pendapat atau rapat kerja dengan komisi yang bersangkutan. Hanya saja pengawasan ini kurang efektif karena Menteri BUMN Rini Soemarno dilarang hadir.

Begitu kata analis ekonomi dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Dani Setiawan menanggapi ketidakhadiran Menteri Rini di setiap rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR selama dua tahun terakhir ini.

"Jadi ada keputusan-keputusan strategis yang tidak bisa diambil oleh pejabat level di bawah menteri, seperti deputi atau dirjen. Sementara posisi Menkeu Sri Mulyani yang menggantikan Menteri Rini dalam rapat dengan DPR hanya sebatas wakil pemegang saham BUMN, bukan melakukan pembinaan terhadap BUMN," ujarnya.

Lebih lanjut, Dani mengurai bahwa setidaknya ada dua hal strategis yang seharusnya diawasi DPR di Kementerian BUMN. Pertama adalah pelaksanaan holding BUMN yang menjadi agenda strategi Menteri Rini.

"Holdingisasi BUMN yang dilakukan Menteri Rini harusnya menjadi agenda strategis. Peran pengawasan ini jadi tidak efektif karena koordinasi antara menteri dan DPR yang tidak berjalan," urainya.

Kedua adalah pembahasan RUU BUMN yang menjadi kunci reformasi kelembagaan dan tata kelola perusahaan negara yang lebih mencerminkan amanat konstitusi dan prinsip good corporate governance.

"Menteri Rini seharusnya mengawal pembahasan ini di DPR. Ketidakharmonisan hubungan Rini dengan DPR akan membahayakan nasib pembahasan RUU ini," sambungnya.

Ketidakharmonisan antara Menteri Rini dan DPR, lanjutnya, dikhawatirkan akan dimanfaatkan segelintir oknum untuk memperkaya diri mengingat Kementerian BUMN merupakan kementerian yang paling besar mendapat anggaran.

"Situasi ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang akan menjadikan BUMN sebagai bancakan. Terutama, karena ini menyangkut penyelenggaraan perusahaan negara yang asetnya ribuan triliun," lanjut  pengajar FISIP UIN Jakarta itu.

Untuk itu, ia berharap segera ada keputusan khusus antara DPR dan Menteri BUMN agar pengawasan di kementerian ini bisa berjalan. Sehingga tercipta tranparansi dan pengawasan penggunaan uang rakyat di BUMN.

"Harus segera diputuskan bagaimana konsensus politik dibuat antara DPR dan Menteri BUMN," pungkasnya. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA