Hal itu disampaikan anggota Majelis Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Pusat, Brigjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo, dalam pesan elektroniknya ke wartawan.
Menurut dia, publik hanya mendesak penegakan hukum dan keadilan dalam kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Ahok. Karena itu, sejumlah karangan bunga yang isinya mendukung Ahok dan menolak kelompok radikal bukanlah jawaban.
"Kasus Ahok yang nyata-nyata telah menista agama kok dijawab dengan ribuan karangan bunga yang harganya bermiliar-miliar rupiah. Apalagi, ucapan di karangan bunga itu menyebut anti kelompok radikal, anti intoleransi. Maksudnya apa? Enggak nyambung," ujar Anton.
Anton berkaca pada pengalamannya menangani perkara-perkara dugaan penodaan agama semasa dia menjabat polisi. Misalnya, dalam kasus Permadi.
"Saya yang tangkap Pak Permadi, padahal Pak Permadi cuma bilang tak beragama. Ini Ahok lebih berat, menista Al Quran, hina Islam kok cuma dituntut 1 tahun?" ungkapnya.
Karena itu, menurutnya wajar jika publik menuntut Ahok dihukum berat. Apalagi sudah banyak yurisprudensi, termasuk Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 11 Tahun 1964 yang menginstruksikan para kepala pengadilan negeri se Indonesia untuk menjatuhkan hukuman berat terhadap pelaku penodaan agama.
"Ini tak ada hubungan dengan intoleransi, SARA, apalagi radikal. Ini murni hukum, juga murni tegakkan kemuliaan agama Allah yang diperintahkan dalam Kitab Suci. Berarti juga wujud pengamalan Pancasila dan UUD 45," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: