Spiritualitas Pancasila lahir dan tumbuh bukan untuk mengembangkan dan menularkan sektarianisme, primordialisme, dan radikalisme. Pancasila dipastikan tidak merekomendasikan sifat-sifat dan sikap perilaku sektarian, primordial, ekstrim, intoleran, fundamentalis, dan radikal. Sifat dan sikap ini bukan merupakan kenyataan sifat, sikap, dan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia.
Spiritualitas Pancasila sejatinya lahir dan bangkit justru selamanya untuk menumbuhkan, menggandakan, dan membesarkan spritualitas yang berkebudayaan, berkemanusiaan, berkeadaban, berkesatuan, bergotong royong, berkerakyatan, bermusyawarah, dan berkeadilan. Spiritualitas yang berbudaya, beradab, dan manusiawi. Jalan teologis spritualitas yang ditawarkan dan disebarkan adalah sebuah "jalan" yang secara hakiki dan maknawi berbasis dan berorientasi pada kemanusiaan dan kesetiakawanan, keadilan dan keadaban, persaudaraan dan persatuan dalam kerangka Pancasila.
Basis dan orientasi dari "jalan" ini hakekat dasarnya dan secara berkelanjutan harus senantiasa bersifat inklusif (terbuka), moderat, toleran, dialogis, bersahabat, dan tidak diskriminatif. Lagi pula karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan negara agama melainkan negara yang berideologi Pancasila (negara berdasarkan Pancasila), maka landasan etik, moral, spiritual dari keagamaan dan kepercayaan dipastikan tidak boleh dan dan jangan sampai memasuki dan mencampuri kehidupan kenegaraan dan berbagai urusan publik lainnya.
Namun, negara harus hadir untuk bertugas dan bertanggung jawab melindungi, melayani, dan memfasilitasi sepenuhnya hak-hak dan kemerdekaan rakyat (warga masyarakat) yang Bhinneka Tunggal Ika dalam melaksanakan kehidupan keagamaannya dan kepercayaannya secara bebas, demokratis, aman, nyaman, dan mandiri di dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Hal ini perlu dan penting ditegaskan ulang kembali karena ideologi dan dasar NKRI adalah Pancasila. NKRI bukan negara Agama melainkan negara Pancasila.
Filsafat Pancasila memastikan bahwa kualitas kemanusiaan yang dilindungi, dihormati, dan difasilitasi adalah kemanusiaan yang bertumpu pada keadilan dan keberadaban. Harkat dan martabat manusia (kemanusiaan) menjadi simbol utama yang menandakan dan sekaligus melambangkan penghormatan senyatanya dan sesungguhnya terhadap kemanusiaan.
Segala perihal pernyataan dan perbuatan yang berniat dan cenderung memisahkan dan membeda-bedakan manusia (warga masyarakat) secara diskriminatif, maka pernyataan dan perbuatan tersebut pada gilirannya pasti mengalami kegagalan mutlak dan kebuntuan serius karena bertentangan dengan Pancasila.
Sehubungan karena NKRI bukan negara agama melainkan negara Pancasila dan negara yang bersemboyan dan beretos Bhinneka Tunggal Ika, maka setiap dan seluruh sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, seperti urusan kebijakan dan ketentuan publik kebangsaan dan kenegaraan di tingkat nasional, daerah, dan di seluruh persada nusantara, harus senantiasa berdasarkan Pancasila.
Tugas dan tanggung jawab bersama sesungguhnya dan secepatnya sebagai masyarakat dan bangsa Indonesia adalah membumikan Pancasila. Tugas dan tanggung jawab sebagai masyarakat yang beraneka ragam dalam bingkai Persatuan Indonesia, justru bukan lagi mencita-citakan untuk mengagendakan ideologi dan aliran lain di luar Pancasila, untuk diberlakukan dan diterapkan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan.
Salah satu potensi dan basis kekuatan NKRI terletak pada Persatuan Indonesia, yang menjadi penjaga dan penguat kedaulatan bangsa dan keutuhan negara. Keunggulan dan kekuatan Negara Pancasila terletak pada tersedianya dan tergunakannya prinsip kedaulatan rakyat, sistem demokrasi, dan kerakyatan yang pertumbuhannya mengutamakan kemauan untuk berdialog, bermusyawarah, saling mengakui, menghormati secara arif dan bijak dengan toleransi dan moderasi yang tinggi.
Cara pandang dan pola pendekatan ini merupakan tradisi dan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia, sebuah cara dan pola dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah. Tradisi dan kepribadian inilah yang harus menonjol dan mengemuka ketika bergotong royong memajukan dan menyeterahkan rakyat serta mengembangkan dan membangun Indonesia yang berdaulat dalam politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian di dalam kebudayaan.
Karakteristik Pancasila ketika merumuskan dan menjabarkan sistem nilai keadilan selalu konsisten berdiri tegak dalam rangka keberadaan dan kepentingan rakyat secara menyeluruh. Kualitas keadilan yang diperjuangkan adalah keadilan sosial dan keadilan substansial, sebuah keadilan yang bermakna dan bermanfaat sepenuhnya dan seterusnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bobot keadilan dalam konteks ini semakin meneguhkan sebuah keadilan yang tidak membeda-bedakan latarbelakang asal usul, sama sekali tidak ada mayoritas dan minoritas, tidak ada pertumbuhan dan perlakuan keadilan yang bersifat SARA dan rasis.
Sistem nilai keadilan dengan bangunan pemikiran Pancasila pada dasarnya tidak diperuntukkan dalam makna pengertian keadilan parsial (sepotong-sepotong dan diskriminatif) dan bukan keadilan individual (individualistik). Indonesia Raya sebagai Negara Pancasila berposisi tegas untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
Konstruksi dan substansi Pancasila inilah yang mencerminkan sifat dan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini harus dirayakan dengan bahagia dan bangga melalui agenda mengaktualkan dan mengorganisasikan Pancasila di bumi Indonesia Raya. Membumikan Pancasila di NKRI adalah sebuah dan sebarisan perjuangan panjang dan menetap untuk memaknai, mendasari, dan melandasi NKRI. Menjaga NKRI selain berkaitan dengan penguatan kedaulatan bangsa dan keutuhan wilayah NKRI, juga meliputi dan bertalian dengan pemastian dan pengukuhan Pancasila sebagai Ideologi NKRI.
Pemaknaan NKRI yang otentik adalah terletak pada bangunan rumah besar NKRI yang harus berideologi dan berdasarkan Pancasila. Kedaulatan bangsa dan keutuhan wilayah NKRI hanya berarti dan baru bermakna ketika mengakui, menghormati, dan membumikan Pancasila. Manakala hanya bersuara keras dan berbicara lantang hanya sebatas agenda mempertahankan NKRI tanpa bekerja keras dan bertugas penuh sepaket dan sejalan dengan agenda membumikan Pancasila, maka materi suara dan bicara tersebut akan menjadi kehilangan makna.
Agenda dan kebijakan membumikan Pancasila dan menjaga NKRI adalah paket jalan ideologis yang merupakan dan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama dalam setiap dan seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
[***]Penulis adalah mantan anggota Komisi Politik dan Komisi Hukum DPR-RI
BERITA TERKAIT: