Habib Rizieq Dan Jalan Rekonsiliasi Damai

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-as-hikam-5'>MUHAMMAD AS HIKAM</a>
OLEH: MUHAMMAD AS HIKAM
  • Kamis, 19 Januari 2017, 07:15 WIB
SAYA tidak tahu apakah ide yang pernah saya kemukakan dalam dialog di TV CNN, Senin malam (16/1) lalu, di 'tangkap' oleh Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS), sehingga kini beliau melakukan rapproachement dengan lawan-lawan politik beliau, termasuk mantan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri; ormas PMKRI; dan juga GMBI.

Ide yang saya maksud adalah melakukan resolusi konflik bukan dengan jalan politik dan hukum, tetapi melalui upaya mencari titik temu dan perdamaian di antara pihak-pihak yang bertikai.

Saat dialog itu, konteksnya adalah konflik antara FPI vs GMBI di Bandung dan beberapa daerah di Jawa Barat. Ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh wakil FPI yang ikut dialog yaitu Novel Bamukmin (BM), dengan alasan pihaknya tidak mungkin berdamai dengan pihak yang berbeda ideologi. FPI menuding GMBI terkontaminasi oleh komunisme dan fasisme ala Nazi; sedang bagi GNBI, FPI dianggap terkontaminasi oleh ISIS.

Tetapi anehnya ide rekonsiliasi dan mediasi itu kini mencuat ke permukaan dan dikemukakan oleh HRS. Pertanyaannya adalah apa sebab gagasan rekonsiliasi yang semula ditolak mentah-mentah itu kini justru dikemukakan sendiri oleh sang Imam Besar?

Saya tentu tak ingin mengklaim sebagai satu-satunya orang yang punya gagasan mediasi dan rekonsiliasi. Bahkan saya juga tak berhak mengklaim bahwa apa yang diusulkan oleh HRS adalah sama dengan ide saya. Bisa jadi beliau dan pimpinan-pimpinan FPI kini menyadari bahwa konflik terbuka sebagai strategi dan taktik yang selama ini digunakan oleh ormas Islam tersebut kini sedang menghadapi perlawanan dari berbagai penjuru.

HRS misalnya kini menghadapi berbagai tuntutan yang berasal dari banyak pihak: mulai dari putri mantan Presiden pertama RI, Sukmawati Sukarnoputri (SS), sampai seorang hansip. Kalau tidak keliru ada empat laporan ke Bareskrim Polri terkait HRS yang berisi dugaan pelecehan terhadap BK, Pancasila, penistaan agama, dan pencemaran nama hansip. Bisa jadi akan muncul lagi laporan-laporan yang seperti itu kalau kita perhatikan bahwa ada berbagai pidato, statemen, dan ujaran HRS yang bisa jadi berpotensi dilaporkan!

Selain masalah pengaduan, HRS dan FPI kini juga menghadapi respon yang tegas dari aparat penegak hukum, khususnya Polri. Di bawah Kapolri Jenderal M. Tito Karnavian (MTK), jajaran Polri kini bersikap tegas dan berani terhadap ormas Islam yang selama sepuluh tahun belakangan ini terkesan tak bisa dihalangi kiprahnya. Bahkan ketika berbagai aksi penolakan terhadap FPI muncul di berbagai daerah, tetap saja HRS dan para pendukungnya bergeming. Salah satu penjelasan yang kerap kita baca di media dan analisa para pakar adalah karena historisitas munculnya FPI yang dekat dengan para tokoh yang berasal dari korps baju coklat selain juga baju hijau.

Kini angin tambahnya sedang berubah. Polri mulai mengambil jarak sehingga Kapolda Metro Jaya, Irjen M. Iriawan misalnya, terang-terangan mengatakan FPI sebagai ormas intoleran. Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan yang menjadi bulan-bulanan kritik HRS dan FPI pun tak kalah tegas melakukan respon dan tindakan gakkum terhadap para anggota ormas tersebut yang diduga melakukan aksi kekerasan terhadap LSM GMBI. Bahkan, kendati tidak langsung, kita juga bisa membaca statemen  Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyatakan bahwa TNI siap menghadapi ormas anti Pancasila sebagai isyarat ketegasan untuk bertindak terhadap pihak-pihak yang diduga menjadi bagian dari konflik-konflik di dalam masyarakat.

Karena itu, jalan pedang dan konfrontasi yang biasanya menjadi trade mark FPI dan bisa disimak dari pidato-pidato HRS, tampaknya harus diubah. HRS mulai melihat bahwa pihaknya bisa jadi akan menjadi lawan bersama, apalagi jika kelompok-kelompok nasionalis seperti PDIP juga menunjukkan penolakan terhadap gerakan Islam politik yang diperankan FPI dan beberapa kelompok lainnya.

Saya kira, jika HRS dan FPI memang bermaksud baik dengan usul mediasi dan rekonsiliasi itu, tak ada salahnya untuk dicoba dan ditanggapi positif oleh pihak-pihak lawan. Tentu saja ini bukan hal yang mudah dan saya juga memahami akan ada penolakan-penolakan dari banyak pihak dalam masyarakat untuk menggunakan jalan damai dan mediasi tersebut. Namun kita tak usah terlalu bersyakwasangka sebelum mengupayakannya, demi menghindari konflik yang berlarut dan merugikan anak bangsa.

Kita lihat saja bagaimana perkembangannya ke depan. [***]

Penulis adalah pengamat politik President University. Tulisan diambil dari halaman facebooknya.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA