CSR muncul tahun 1990-an di Indonesia berasal dari dialog antara John Maynard Keyns (pengemuka Mazhab Ekonomi Keynesian) dengan Milton Friedman (pengemuka Mazhab Ekonomi Moneterist System). Keduanya bersumber dari mazhab Neo Classic dari Adam Smith, pencipta Kapitalisme (hukum pasar).
Bertanya Keyns kepada Friedman, "Siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang tersingkir dari pembangunan? Dari system kapitalisme?"
Menjawab Friedman, "Kapitalisme itu sendiri."
Bertanya lagi Keyns, "Bagaimana caranya?"
Dijawab lagi oleh Friedman "Pajak Negatif."
Pajak Negatif inilah yang kini disebut CSR (pertanggung jawaban dampak sosial dari perusahaan atas pelaksanaan system kapitalis).
Akhir tahun 1980 Presiden Soeharto membuat ujicobanya mengumpulkan perusahaan terbesar bernama Kelompok Jimbaran untuk menerbitkan Pajak Negatif.
Sasarannya adalah masyarakat yang tersingkir dari pembangunan yang dalam teori Ilmu Ekonomi Pembangunan disebut
development trap, yakni masyarakat yang terjebak oleh pembangunan. Yaitu masyarakat yang dimiskinkan oleh kegiatan pembangunan dalam system kapitalisme. Mereka dibantu dengan Pajak Negatif, yaitu laba perusahaan yang penerbitannya tidak mempengaruhi harga (pasar) sehingga mampu menolong orang miskin tersebut.
Pembahasan CSR meningkat di seluruh dunia sejak 1990 menjadi metodologi ekonomi pembangunan guna menanggulangi
development trap.
CSR untuk yayasan Teman Ahok, adalah penyimpangan. Dana itu bukan untuk orang kaya. Dana itu untuk orang miskin. Mestinya Menko Kesra dan Menko Ekuin menertibkan CSR yang kini malah dinikmati orang kaya. Akibatnya, yang kaya kian kaya, yang miskin kian melarat. Pembangunan pun hanya untuk orang kaya.
Lalu kapitalisme dicaci maki. Padahal Pemerintahnya yang tak becus.
[***]Penulis adalah mantan Anggota Komisi Hukum DPR RI