Masalah Integrasi Nasional yang Adil

Jumat, 18 November 2016, 19:58 WIB
<i>Masalah Integrasi Nasional yang Adil</i>
KASUS Ahok sebenarnya merupakan bagian dari masalah integrasi yang tidak selesai di Indonesia. Ini tidak semata-mata soal integrasi latar belakang Cina ke pribumi, Kristen ke lingkungan besar Islam, minoritas ke mayoritas, warga ke negara.

Memang hingga 71 tahun Indonesia berdiri, problem integrasi sosial dan budaya masih jauh dari rampung. Cara pengelolaan yang wajar dan tepat terkait masalah integrasi ini tidak mengalami perkembangan yang berarti. Apalagi di masa setelah reformasi. Yang berkembang justru kontestasi dan kompetisi. Bahkan kompetisi itu pun jauh dari rasa adil dan fair. Akibatnya masalah integrasi menghadapi masalah dan kendala.

Padahal integrasi yang baik memprasyaratkan kelapangan dada untuk menerima proporsionalitas sekaligus fakta pluralitas. Nah sekarang masalahnya aspek proporsionalitas ini tidak dihiraukan. Yang diributkan hanya pluralitasnya saja. Jelas ini masalah.

Sebab yang mayoritas akan menyangka ribut-ribut pluralitas atau kebhinnekaan sekedar taktik pemaksaan untuk mengakui dan menerima dominasi si minoritas di atas mayoritas. Sebenarnya memang begitulah yang terjadi. Integrasi lebih tulus dipersepsi dan dilaksanakan mereka yang mayoritas di negeri ini.

Karena itu, kita menyerukan, setelah kasus Ahok ini menggoncang sendi-sendi struktur Indonesia, sudah harusnya meninggalkan kampanye integrasi nasional yang hanya bersandarkan visi kebhinnekaan tapi tidak menempatkan secara wajar asas proporsionalitas.

Dengan mensyaratkan penghargaan terhadap asas proporsionalitas dan pengakuan terhadap kebhinnekaan fakta sosial dan budaya, maka tujuan integrasi nasional yang adil dan langgeng akan lebih terjamin di kemudian hari.

Biarlah kasus Ahok yang merefleksikan kepongahan si minoritas yang bernafsu untuk mendominasi dan timbulnya perlawanan hebat dari si mayoritas yang merasa terancam eksistensi dan tempatnya, dapat menjadi pelajaran: pelajaran menyakitkan bagi si minoritas yang pongah dan pelajaran yang metodik dan prospektif bagi si mayoritas yang sempat lalai dengan nasibnya. [***]

Ibnu Athas

Pemerhati Sosial

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA