Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Oase Keberagamaan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Senin, 07 November 2016, 06:13 WIB
Oase Keberagamaan
KETIKA para mahasiswa jenjang sarjana dan paskasarjana tinggal di perantauan nan jauh dari keluarga dan tanah air, primordialitas dan spiritualitas menjadi salah satu penawar rasa rindu. Beragam seni etnik dan tradisi yang sering bisa dinikmati setiap hari di tanah air menjadi terasa sesuatu yang biasa namun ketika tarian saman dan pencak silat sebagai misal, ditampilkan live di negeri lain akan terasa berbeda bahkan luar biasa. Demikian halnya, spiritualitas dan gairah keberagamaan sering menggelora kita lama tak menjalaninya.

Ada rasa kangen mendengar lantunan adzan menjelang matahari terbenam bahkan semangat untuk menyimak ceramah-ceramah keagamaan yang mampu menjadi oase di saat rasa rindu, sedikit tertekan dengan tantangan kuliah dan tantangan dalam berinteraksi di lingkungan yang baru. Ketika setiap jum’atan di Mesjid Jami milik Diyanet Isleri Baskanlıgı atau semacam Kementerian Agama Turki, nyaris semua isi khutbahnya tak saya pahami kecuali bagian terakhir yang berbahasa Arab sebagai pesan pamungkas yang umum dalam setiap khutbah.
Rindu menyimak khutbah jum’at berbahasa Indonesia.

Spiritualitas yang bersifat primordial tersebut akhirnya dapat dinikmati ketika menghadiri pengajian tadarus rutin deGromist (de Indonesian Groningen Moslem Society), di rumah salah satu mahasiswa doktoral dengan dilanjutkan tausiyah dari Mas Abdul Muiz Pradipta dan ditutup dengan makan malam khas Indonesia yang hangat di saat musim semi yang semakin membeku.

Sungguh nikmat yang sangat besar saya rasakan saat itu, di saat tekanan penyesuaian kuliah tahun pertama program Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS) antara Groningen, Utrecht dan Nijmegen dan rindu keluarga di tanah air sehingga perkenalan saya dengan deGromist bak bersua dengan oase di padang sahara.

Di dalam laman http://degromiest.nl/, deGromiest adalah organisasi muslim asal Indonesia yang tinggal di Groningen. Keanggotaanya kebanyakan adalah mahasiswa, namun juga ada masyarakat keturunan Indonesia/Suriname yang aktif dalam kegiatan deGromiest. Sebagai komunitas berbasis keswadayaan dan kerelaan, semua aktivitasnya dari, untuk dan oleh anggota sehingga mandiri.

Untuk pertama kalinya, saya dan juga mahasiswa muslim lainnya yang baru memulai tinggal di Groningen terasa terbantu setidaknya dalam hal: informasi waktu sholat, makanan halal, mengaji bersama (tadarus), mencari lokasi masjid atau tempat sholat terdekat dari kampus serta perayaan hari besar.

Menariknya, selama empat tahun berpartisipasi dalam kegiatan deGromist, ketua semuanya berlatar belakang ilmu-ilmu alam. Meskipun demikian, tentu saja realitas ini tak terlalu aneh karena di tanah air-pun, kampus-kampus yang paling gandrung dengan aktivitas keagamaan lebih menonjol di perguruan tinggi negeri umum dibanding perguruan tinggi negeri Islam (UIN, IAIN dan STAIN). Dan di PTN umum tersebut, biasanya jurusan ilmu pasti/alam lebih bergairah dibandingkan ilmu sosial dan humaniora.

Di samping keunikan tersebut, setiap periode juga memiliki kekhasan dalam menyemarakan kegiatan deGromist. Muhammad Asrofi merupakan satu-satunya Ketua deGromist yang sedang studi magister, lainnya merupakan mahasiswa program doktoral. Hal yang paling menonjol di era mahasiswa master bidang energi ini adalah rutinitas dan kesemarakan tadarus yang selalu kompak dihadiri para mahasiswa program master, terutama jurusan Spatial Science.

Sebagaimana warga Indonesia pada umumnya, tak sedikit mahasiswa di Groningen yang mengalami keterbatasan dalam membaca Al-Quran. Dengan kesemarakan tadarus di era ini, kemampuan membaca Al-Quran sangat menonjol sehingga mahasiswa-mahasiswa yang lulus di era ini tak hanya mendapat diploma di bidangnya namun juga "diploma aktual" peningkatan kemampuan membaca Al-Quran.

Era selanjutnya, Muhammad Zakiyullah Romdlony, PhD teknik elektro yang juga lulusan Pondok Pesantren Jombang ini memberi tekanan tambahan dalam pengelolaan deGromist. Salah satu ikhtiar yang paling menonjol adalah memperhalus (tahsin) dan juga menghapal Al-Quran sehingga terjadi peningkatan target capaian, dari sekedar mahir membaca juga membaca dengan baik dan benar.

Serta secara voluntir membiasakan untuk menghapal dan menjaga hapalan Al-Quran. Di era inipun, diadakan pengajian tambahan khusus untuk anak-anak kecil dan remaja yang dilaksanakan setiap hari ahad. Program ini-pun menjadi oase bagi mahasiswa PhD yang punya anak-anak kecil dan remaja untuk setidaknya dalam sepekan sekali mengaji Al-Quran dan berkenalan dengan agamanya. Tentu menyedihkan di saat orang tuanya berupaya meraih cita-cita, anak-anaknya terlupakan untuk mengenal dan belajar agamanya.

Inovasi yang dilakukan era Muhammad Zakiyullah ini dirawat dan dilanjutkan di era selanjutnya. Era Adhyatmika, mahasiswa PhD di Farmakologi, University Medical Centre Groningen (UMCG) mempertahankan beragam program yang sudah berjalan cukup baik dengan juga menyelaraskan dengan variasi kegiatan yang bersifat mendekatkan anggota lewat silaturahmi deGromist. Di samping itu, tata kelola peringatan hari besar Islam dipersolid sehingga menjadi media efektif untuk mempertemukan warga, baik mahasiswa dan juga orang tua atau "mukimin."

Estafeta dilanjutkan oleh Ali Abdurrahman, mahasiswa PhD program studi kimia yang pada tahun ini cukup beken dengan raihan Nobel salah satu ilmuwannya. Sebagaimana kepengurusan sebelumnya, di era Ali Abdurrahman beragam kegiatan yang sudah mapan semisal tadarus, tahsin dan silaturahmi terus dilanjutkan. Seiring dengan meningkatnya jumlah mahasiswa PhD dan master yang membawa keluarga dan anak, program pengajian anak semakin diperkokoh dengan para pengajar yang semakin bervariasi sehingga semakin semarak.
Minggu ini, secara resmi Ali Abdurrahman menyerahkan estafeta kepemimpinan deGromist kepada Muhammad Nazmudin, dokter yang sedang memulai penelitian PhD-nya di University Medical Centre Groningen (UMCG).

Pergantian yang selalu lancar dan lebih semarak tahun ini menunjukkan adanya semangat untuk terus melanjutkan tradisi kesukarelaan merawat kebersamaan untuk terus belajar dan mengajar serta mengejawantahkan nilai-nilai Islam di perantauan. Pola aktivitas yang berkesinambungan sekaligus perkembangan menunjukan ikhtiar untuk senantiasa merawat yang baik dan selalu berusaha membuat yang baru yang lebih baik atau al-mukhafadhazah ala al-qadiem ash-shalih wa al-akhdzu bi al-jadied al-aslah.

Mahasiswa dan aktivis, datang dan pergi namun oase di tengah tandusnya spiritualitas yang telah ada patut terus dirawat dan dikembangkan sehingga mampu menjadi duta Islam yang membawa pesan damai untuk semesta alam di negeri mayoritas non-muslim. Semoga! [***]

Penulis adalah peneliti di The Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS), University of Groningen, Belanda.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA