Demikian disampaikan pengamat politik Jajat Nurjaman dalam keterangan persnya siang ini (Selasa, 18/10).
PPP kubu Romahurmuziy, yang diakui pemerintah mengusung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni pada Pilgub DKI Jakarta.
Sementara kubu Djan Faridz mendukung duet petahana Basuki T. Purnama-Djarot Saipul Hidayat. Pemerintah sendiri saat ini sedang mempertimbangkan untuk mengakui kepengurusan kubu Djan Faridz.
Lebih jauh, menurutnya, sebagai partai yang sudah cukup lama berkiprah dalam perpolitikan nasional, sepatutnya PPP bisa menjadi contoh bagi partai-partai lain yang terbilang masih baru.
"Namun melihat manuver politik para petingginya yang mempunyai faksi masing-masing malah sebaliknya PPP tidak mencerminkan kematangan dalam berpolitik," tutur Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) ini.
Jajat menilai, yang menjadi catatan penting saat ini adalah bukan hanya status hukum PPP, namun sikap politik PPP yang memberikan dukungan kepada Basuki yang dalam hal ini jelas sekali ada pertentangan mengenai boleh atau tidaknya memilih seorang pemimpin yang bukan muslim.
Melihat kejadian ini maka semakin jelas posisi politik PPP sudah tidak lagi mencerminkan sebagai partai Islam namun telah menjadi partai liberal.
"Sebagai partai Islam sepatutnya keputusan politik yang diambil juga tetap berlandasan Islam. Karena jika satu keputusan penting seperti ini akan berimbas bagi PPP kedepan. Namun ketika keputusan yang diambil dianggap sudah menyimpang saya kira sangat wajar jika kedepan PPP yang saat ini mengaku sebagai partai Islam tidak lagi mengusung jargon sebagai partai Islam," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: