Hal ini dijabarkan lebih luas dalam Komunike Bersama Tokoh Nasional untuk Selamatkan NKRI. Komunike ini adalah hasil garapan Tim Perumus dari kegiatan silaturahmi para anggota WhatsApp Group Peduli Negara 1 pada 15 Juni lalu di Grand Sahid Jakarta.
Komunike tersebut menyatakan Indonesia berada dalam situasi konstitusional yang diarahkan oleh UUD 45 Amandemen atau UUD 2002, di mana, selama belasan tahun ini membuat Indonesia menuju negara super liberal, yakni, negara yang ditata berdasarkan demokrasi impor. Demokrasi impor ini telah meninggalkan asas musyawarah dan mufakat, dan meninggalkan sistem perekonomian kekeluargaan.
Selama arah bangsa Indonesia dikendalikan oleh UUD 45 Amandemen, perekonomian nasional semakin terjebak dengan kepentingan kapitalisme global, yang bukan hanya menyedot kekayaan alam dan "return to capital" yang semakin timpang, tapi juga menyisakan persoalan kemiskinan, pengangguran, rasio gini, dan berbagai fenomena ketidak adilan lainnya, baik antara wilayah maupun antar sektoral.
Situasi salah arah ini pada akhirnya memberikan kehidupan pengelolaan negara yang dikendalikan pemilik modal (plutokrasi) dan bahkan dikendalikan kepentingan perusahaan (corporatocracy).
Pengendalian ini terjadi karena sistem demokrasi liberal sangat tergantung pada ketersediaan uang bagi kontestasi dalam perebutan pemimpin negara pada semua level.
Uang ini, ternyata, menjadi pintu masuk pemilik modal mengendalikan negara dan instrumen politik bahkan institusi sosial yang terkait dengan sistem dan hirarki politik kekuasaan.
Tim Perumus Komunike ini terdiri dari Ichsanuddin Noorsy, Syahganda Nainggolan, Buni Yani, Ferdinand Hutahaean, Samuel Lengkey, Tumpal Daniel, Djoko Edhie Abdurachman, dan M.Hatta Taliwang.
[ald]
BERITA TERKAIT: