Ujung-ujungnya, upaya pemerintah itu malah bertabrakan dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi kubu Agung Laksono (Munas Ancol, Jakarta).
"Terus terang, upaya pemerintah menyingkirkan ARB sebagai Ketua Umum Golkar sangat kentara terbaca oleh publik," kata politisi senior Golkar, Zainal Bintang, kepada wartawan pagi ini (Jumat, 4/3).
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Ormas MKGR ini menilai ada dosa besar Ical di mata pemerintah. Ical menjadi pimpinan kelompok oposisi yang sangat agresif terhadap pemerintahan Jokowi. Dia juga menjabat Ketua Koalisi Merah Putih bersama Prabowo Subianto yang terang-terangan mengambil posisi berhadap-hadapan dengan pemerintah.
"Masuk akal jika pemerintah Jokowi terpaksa menggunakan berbagai cara untuk menggerus kekuatan KMP yang sangat dominan di DPR RI," ujar Bintang.
Dia menambahkan, lahirnya Munas Golkar di Ancol sulit dibantah sebagai awal campur tangan pemerintah untuk menekan laju Golkar yang menjadi motor KMP. Berbagai rekayasa di pengadilan, yang memberi penguatan pada kubu Agung Laksono, ditambah manuver Wapres, Jusuf Kalla, yang berzig-zag politik, membuat Ical merasa perlu untuk "memperlambat" laju Partai Golkar yang berujung kesepakatan islah menuju gerbang rekonsoliasi.
"Tetapi menurut saya, manuver ARB yang menyatakan bersedia islah, sepakat rekonsiliasi, setuju Munaslub, itu sekedar buying time," kata Bintang lagi.
Bintang tekankan lagi bahwa Keputusan MA tertanggal 29 Februari 2016 telah menjadi anti klimaks upaya islah atau rekonsoliasi racikan pemerintah. Menurutnya, Ical akan mati-matian berpijak di atas hasil Munas Bali yang menjadi landasan langkah penyelesaian Golkar ke depan.
"Apakah mau Munas, atau Munaslub atau bertahan sampai tahun 2019, sepenuhnya menjadi domain DPD I Golkar seluruh Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai loyalis ARB (Ical)," pungkasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: