Salah satu dugaan penyebabnya adalah mobilisasi aparat keamanan yang berlebihan sehingga membuat masyarakat ketakutan untuk datang ke TPS. Hal tersebut terungkap dari banyaknya pengaduan yang diterima oleh Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kepulauan Riau terkait dugaan intervensi aparat keamanan dalam proses Pilkada di Kepulauan Riau.
"Dari data yang masuk di kami, lebih dari 100 peristiwa yang dilaporkan terjadi di kota Batam dan sekitarnya adalah ketakutan masyarakat untuk datang ke TPS akibat situasi mencekam ditimbulkan berkeliarannya aparat keamanan dengan senjata lengkap di sekitar TPS dan pemukiman warga," tutur Ketua DPD Pospera Kepri, Azhari, dalam surat elektronik yang diterima wartawan, Jumat (11/12).
Ia juga menuturkan sejumlah laporan juga secara spesifik menunjukkan indikasi adanya keberpihakan aparat keamanan terhadap salah satu pasangan calon.
"Warga pendukung pasangan calon nomor 2 banyak melaporkan adanya upaya intimidasi yang membuat mereka jadi ketakutan untuk datang ke TPS, sementara di sisi lain para pendukung kubu sebelah justru terlihat dimobilisasi bahkan dikawal untuk datang ke TPS. Ini cukup mengejutkan kami," tuturnya.
Pospera sendiri memastikan bahwa pihaknya akan langsung menindaklanjuti laporan tersebut melalui kuasa hukum resmi pasangan calon nomor urut 2 (Soerya Respationo dan Ansar Ahmad).
Sementara, masih menurutnya, sejumlah warga mengaku terjadi mobilisasi aparat keamanan di seluruh penjuru kota Batam sejak hari tenang hingga hari H pemilihan. Seorang warga Kecamatan Batam Kota menyatakan bahwa di tiap-tiap gang, patroli aparat berseragam loreng dengan senjata lengkap dan sejumlah Babinsa tak berseragam lebih mendominasi dibandingkan polisi. Para petugas itu tak jarang menanyai masyarakat yang berkumpul.
Sementara warga perumahan di Sagulung menyatakan bahwa rumahnya sempat difoto oleh aparat keamanan tanpa alasan jelas. Dia yang merupakan pendukung pasangan nomor urut 2 mengaku terintimidasi.
Kubu Soerya-Ansar sendiri dalam pernyataan persnya menilai bahwa telah terjadi tindakan kecurangan secara terorganisir, masif dan terstruktur yang melibatkan aparat TNI AD, baik dalam bentuk pernyataan terbuka maupun tindakan langsung di lapangan.
"Juga ditemukan berbagai kasus di lapangan bahwa rumah yang ditempeli stiker pasangan SAH tidak menerima surat undangan mencoblos," ujar anggota tim Hukum dari paslon nomor urut 2, Sirra Prayuna.
Selain itu banyak juga kasus penolakan terhadap warga yang memiliki KTP sah dan datang ke TPS. Padahal waktu Pilpres 2014, lalu mereka diperbolehkan memilih. Sirra berharap KPU dan Bawaslu dapat segera memproses indikasi tersebut karena sangat mempengaruhi perolehan suara dan proses pemilu jujur adil.
[ald]
BERITA TERKAIT: