Pengamat pertambangan dari Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, mengatakan, perang antar geng itu terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak berani mengambil tanggung jawab dalam dalam hal negosiasi pemerintah dengan PT Freeport Indonesia. (Baca juga:
Payah, Jokowi Mereduksi Tanggung Jawab Urus Freeport Ke Sofyan Djalil)
"Selama ini dia bersembunyi. Kehadiran presiden ini yang kita butuhkan, tapi sekarang masing-masing kan sibuk cari rente. Perang antar geng ini terjadi karena Jokowi-nya enggak ada," tegas Marwan, saat diwawancara beberapa saat lalu (Jumat, 4/12).
Marwan menuntut pemerintah gigih memperjuangkan kewajiban-kewajiban yang mesti segera dipenuhi Freeport Indonesia, terkait royalti, divestasi, smelter dan kompensasi kerusakan lingkungan hidup di tanah Papua.
Dia berharap pemerintah tidak terkesan "main-main". Apalagi menyangkut royalti yang masuk dalam
item penerimaan negara. Soal divestasi dan smelter pun sudah tertera dalam aturan pemerintah. Walau tak mengatur soal lokasi pembangunan smelter, namun secara logika smelter harus dibangun di Papua agar orang Papua mendapat untung lebih banyak.
Marwan menegaskan, kasus pelanggaran etika Setya Novanto tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kejahatan-kejahatan Freeport terhadap rakyat di Papua dan bangsa Indonesia.
"Kita seperti dialihkan agar lupa terhadap kejahatan-kejahatan Freeport. Pemerintah tidak maksimal dalam negosiasi, malah membiarkan IPO (
initial public offering)," sesal Marwan.
[ald]
BERITA TERKAIT: