Hal tersebut disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz saat konfrensi pers di kantornya bersama Perludem dan Formappi, Jakarta, Rabu (12/8).
"Momentum Pilkada justru jadi kesempatan partai cari uang. Mahar politik jadi sumbe pendanaan ilegal bagi partai," kata Donald.
Menurut Donald salah satu musababnya adalah minimnya keungan parpol yang dikelola secara legal. Modusnya bisa dalam bentuk pemerasan oleh elit parpol kepada kandidat yang ingin diajukan, atau suap dari kandidat kepada parpol.
Menurut temuan pihaknya, Donald membeberkan sejumlah daerah yang disebut-sebut terjadi praktek suap dukungan tersebut antara lain Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Toba Samosir.
"Sejumlah kandidat dan pengurus partai memberikan testimoni mengenai permintaan uang kepada kandidat oleh partai. Tapi praktek yang sama kami yakin ada di daerah lain. Tapi sulit dibongkar karena mahar politik sudah lumrah terjadi dan dinikmati dengan leluasa oleh elit partai," beber Donald.
Atas dasar itu, koalisi mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus serius dan bergerak cepat untuk memproses pelaku politik uang yang memperdagangkan dukungan partai kepada kandidat.
"Kandidat dan masyarakat diharapkan turut aktif untuk membongkar serta melaporakan berbagai informasi terkait politik uang itu," tegas Donald.
Sesuai UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, secara jelas mengatur sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada setiap orang dan partai yang memperdagangkan dukungan. Dalam Pasal 47 jelas memberikan aturan dan larangan adanya pemberian uang politik kepada parpol dalam proses pencalonan.
[rus]
BERITA TERKAIT: