Demikian dikatakan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima Indonesia), Ray Rangkuti, lewat pesan elektronik beberapa waktu lalu.
Menurut dia, wajar bila ada pihak menolak hukuman mati. Waktu demi waktu, peradaban manusia menolak penghilangan nyawa atas suatu pelaksanaan hukum. Setiap orang harus diberi kesempatan mengkoreksi masa lalunya yang kelam.
"Dalam konteks itulah kita menolak hukuman mati. Tapi halnya cara Australia mengadvokasi pembatalan hukuman mati warga negaranya dengan mengaitkan bantuan tsunami amatlah tdk dapat ditoleransi," katanya.
Menurut dia, ada banyak prinsip yang terlanggar. Mengungkit-ungkit bantuan atas korban bencana adalah sifat tak beradab.
"Saya tak paham, PM dari sebuah negeri yang merasa dirinya sebagai negara beradab dapat menjadikan bantuan kemanusiaan untuk meneror satu kebijakan dalam satu negeri berdaulat," katanya.
Tetapi, menurut Ray, pernyataan Abbott memberi satu hikmah dan makin menebalkan keyakinan agar Indonesia sebagai bangsa harusbenar-benar mandiri.
"Umpatan, protes, dan kecaman apapun dari kita tidak berpengaruh besar jika tidak diimbangi peningkatan kesadaran kita sebagai bangsa untuk berdaulat dan mandiri," katanya.
Pemerintah Indonesia sudah selayaknya menghentikan berbagai bantuan dari Australia, khususnya yang terkait langsung bantuan antara pemerintah dengan pemerintah. Australian Agency for International Development (AusAID) misalnya, salah satu lembaga donor Australia yg banyak memfasilitasi bantuan Australia di Indonesia, sudah seharusnya dievaluasi.
Melalui lembaga itu, Australia memberi bantuan ke Indonesia sekitar untuk proyek pemerintahan, demokrasi, pemilu dan lainnya.
"Intinya, kejadian ini mesti memberi pelajaran penting bahwa keadaban Australia tidak lebih hebat dari kita. Harus ada langkah tegas dari kita menyatakan tidak selalu butuh bantuan Ausralia," tutup Ray.
[ald]