Meskipun UU Parpol menyatakan perkara gugatan dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar yang mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini harus diputus dalam 60 hari, dan kubu Agung Laksono menginginkan perundingan islah jalan terus pada 8 Januari mendatang, namun sebaiknya ARB menghentikan perundingan.
Ada lima alasan Bambang meminta perundingan dihentikan.
Pertama, tidak etis meminta islah melalui perundingan, tapi tidak mencabut gugatan di pengadilan sesuai kesepakatan perundingan sebelumnya.
Kedua, pengadilan adalah forum yang tepat untuk membuktikan kubu mana yang menyelenggarakan munas sesuai ketentuan UU dan AD/ART Partai Golkar.
Ketiga, adanya permintaan macam-macam yang tidak mungkin dapat dipenuh oleh DPP Partai Golkar hasil Munas
Bali.
Keempat, ada kesan kubu Ancol melakukan taktik mengulur-ulur waktu sambil berharap dukungan politik dan dukungan kekuasaan dari pemerintah.
Kelima, kami tidak melihat keseriusan kubu Ancol untuk betul-betul ingin mencapai islah demi kepentingan masa depan partai.
"Jadi sekali lagi, ARB agar segera menarik tim jururunding yang ada dan menghentikan perundingan islah yang 'basa-basi' itu," ujar Bambang, Selasa (5/1).
Lebih baik, lanjut anggota Komisi III DPR ini, penyelesaian kekisruhan tersebut melalui pengadilan, agar ada kepastian hukum bagi masa depan Golkar. "Islah dapat dilakukan setelah pengadilan memutuskan siapa pemenangnya. Mumpung pemilu masih 5 tahun lagi," sebutnya.
Bambang menambahkan, soal Pilkada tidak ada pengaruhnya bagi Golkar. Di KPU atau KPUD, tanda tangan yang masih diakui secara legal formal konstitusi dan masih tercatat di sana adalah ketua umum dan sekjen hasil Munas Golkar VIII Riau 2009, yaitu Aburizal Bakrie dan Idrus Marham.
[rus]
BERITA TERKAIT: