Demikian disampaikan pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman dalam keterangannya kepada
RMOL, Kamis (13/11).
Menurut Jajat, bukan tanpa alasan KIH ingin menghilangkan pasal-pasal yang berpotensi menghasilkan pemakzulan terhadap Jokowi. Pasalnya, sejak dilantik sebagai presiden, banyak janji-janji Jokowi yang diingkari, seperti kabinet ramping, tidak ada bagi-bagi jatah kursi, bahkan kebijakan yang akan diambil seperti rencana menaikan harga BBM yang tidak hanya mendapat penolakan dari masyarakat dan kubu lawan Koalisi IMerah Putih (KMP), namun juga tokoh-tokoh politik dari PDIP yang merupakan partai pengusung Jokowi sendiri, seperti Effendi Simbolon dan Rieke Diah Pitaloka.
Jajat menilai, usulan penghapusan HMP oleh KIH secara tidak langsung menghilangkan fungsi DPR sebagai check and balance bagi pemerintah. Dampak yang akan terjadi adalah pemerintah akan mempunyai kewenangan luas tanpa harus khawatir adanya pengawasan dari DPR.
"Jika demikian berarti KIH ingin mewujudkan pemerintahan Jokowi seperti halnya rezim orde baru," terangnya.
Jajat menambahkan, situasi politik yang belum juga kondusif dan tidak meguntungkan bagi pemerintahan Jokowi-JK saat ini dan ketakutan KIH mengenai pemakzulan Jokowi merupakan hal yang wajar.
"Namun, selama pemerintahan Jokowi tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi kenapa harus takut terhadap pasal pemakzulan, atau jangan-jangan memang ada udang di balik batu di belakang rencana penghapusan pasal-pasal tersebut," tandasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: